Lukisan Pulau Bali di Atas Daun Lontar |
Siang itu Komang masih harus menyelesaikan lukisan yang ia buat di atas daun lontar untuk ia jual. Ada beberapa goretan yang tersisa untuk menyempurnakan lukisan yang telah ia mulai beberapa hari lalu. Lukisan untuk sebuah pembatas buku. Komang menjadi salah satu dari belasan warga desa yang masih menekuni kerajinan melukis di atas daun lontar. Tidak jauh dari lokasinya berseni, ada sejumlah warga lainnya yang berprofesi sama seperti Komang.
Aneka suvenir berupa kerajinan tangan memang dijual di desa ini. Sebut saja seruling bambu ukir khas Bali, dan kerajinan tenun gringsing yang terkenal itu, serta lukisan daun lontar.
Kebanyakan turis yang datang ke Desa Tenganan memang mencari lukisan ini. Sehingga keahlian berbahasa di luar bahasa inggris ternyata menjadi keharusan. Jadi, tidak heran, sejumlah pelukis memiliki kemampuan komunikasi lebih dari dua bahasa, begitu pun dengan Komang.
Daun Lontar Siap Lukis |
Pembatas Buku |
Untuk membuat lukisan berukuran besar, maka disusunlah beberapa daun lontar sesuai kebutuhan. Kemudian disambung-sambungkan dengan tali dan penutupnya dari bambu yang juga telah diukir.
Komang Pelukis Daun Lontar |
Kemiri Bakar untuk Tinta |
Berbicara soal harga, pada titik ini aku tidak berani menawar. Selain karena tidak bawa banyak uang cukup, aku pun tidak berani menawar. karena hasil karya seni mereka memang tidak bisa sembarang ditawar. Cara melukis mereka begitu rumit dan detail. Apalagi mendapatkan daun lontar yang layak dijadikan media lukis pun butuh proses lama. Sebagai ilustrasi harga pembatas buku berharga enampuluh ribu rupiah.
Kalender Berbahasa Perancis |
Cara Melukis:
Alat Lukis Bernama Pengutik |
2. Dibutuhkan alat seperti pisau bernama pengutik.
3. Tinta hitam berasal dari kemiri yang telah dibakar.
4. Minyak sereh untuk menghapus sisa tinta di atas lontar agar lebih mengkilap dan bebas serangan serangga.
No comments:
Post a Comment