Senggang, Day Trip SHT |
Minggu 29 Mei 2011, pagi itu seperti biasa loper koran bawain tabloid plus beberapa koran yang memang khusus aku langganan pada terbitan akhir pekan saja. Lembar demi lembar aku buka edisi 29 Mei 2011. Mana ada artikel yang menarik, aku baca. Namun, saat itu aku bergegas langsung membaca halaman horoskop. Dan mataku kemudian menyudut pada rasi bintangku, Scorpio. "Selamat telah mendapatkan tiket murah untuk liburan sekolah". Begitu kira-kira isi ramalannya. Aku sendiri lupa kalimat persisnya seperti apa. Tapi, aku masih ingat, bagaimana reaksiku. Yup, tersenyum lebar. Aku kemudian nge-tweet apa yang ada di pikiranku, hingga kemudian berbalas dari teman kuliahku, yang mengatakan aku traveler sejati. Masa sih? Nggak lah, semua hanya kebetulan yang positif aja.
Namun, kebetulan berikutnya pun tanpa diduga, manager gathering menelponku. Memintaku untuk membantu proses siaran di biro Surabaya, dan segera harus berangkat pada hari Selasa.
Aku cuma bisa diam, sedikit bengong, separuh senang, dan selanjutnya tertawa lebar.
Ada apakah pagi itu? Pikirku kemudian. Dua kebetulan yang saling berkaitan. Hingga aku kemudian mengiyakan untuk menerima tugas itu. Manager production, yang notabenenya atasanku langsung pun sudah menyetujui. Aku tanpa ragu menolak perintah kantor untuk bko produser selama 13 hari. Ya eyalah. Nolak? Mau dikasih sp?
Meski aku mencoba untuk menghilangkan kesan yang semua serba kebetulan, tapi, aku tidak bisa menutupi fakta-fakta terkait kota Surabaya ini.
Desember 2010, aku telah memesan tiket untuk #solotraveller ku rute Jakarta - Yogyakarta via pesawat. Kemudian Yogyakarta - Surabaya via kereta dan lanjut Surabaya - Denpasar via pesawat. Namun, kemudian ku ubah, Jakarta - Surabaya - Denpasar via pesawat. Jika membaca ini, jangan kemudian menyimpulkan aku cukup uang bepergian dengan pesawat. Bajet rute itu tidak lebih dari 50K. Yes, aku menggunakan pesawat low cost carrier mandala air, sebelum kemudian rencana perjalananku gagal, 'coz maskapai itu dinyatakan bangkrut.
Sesuai dengan rencana, aku tetap melakukan perjalanan #solotraveller ke pesisir selat Melaka.
Hey, ada satu lagi kebetulan yang beneran kebetulan. Meski destinasi perjalananku masih lama, entah kenapa pulang kantor pada hari jumatnya, aku sengaja mampir ke toko Glodok Elektronik di arteri pondok indah. Aku kasak kusuk cari kompas. Yes, kompas. Aku cari dengan desain kecil warna menyolok dan compatible dengan kunci sebagai penggantungnya. Aku sengaja mengharuskan beli kompas adalah untuk penunjuk arah Sholat. Pengalaman terakhir di Melaka dan Penang, aku melakukan sholat dengan berbagai arah, karena aku betul-betul lost direction.
Dan sekarang kompas itu bener-bener sangat bermanfaat.
Dan inilah aku saat ini, tujuh hari berada di kota ber-plat "L", dan berkode wilayah, "031" a.k.a Surabaya. Akhirnya!!!
Ditugaskan tanpa persiapan untuk melakukan riset. Bukan untuk riset tujuan jalan-jalan kemana selama di Surabaya. Nggak mau aji mumpung lah. Aku perlu riset transportasi kota ini. Meski selama tujuh hari ini anter jemput kantor, tapi itu tidak membuatku pintar mengenal kota ini. Jadinya, selama dua hari wiken, aku yang benar-benar memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan belajar banyak tentang Surabaya. Naik angkot! Aku nggak ingin selamanya berada di sini, meski hanya 13 hari, dengan tergantung pada taksi. Selain irit, menggunakan angkot juga menyenangkan.
Selama ditugaskan di biro Surabaya, aku menggarap materi berita lokal 30 menit 'Buletin Jatim', dan 30 menit berikutnya 'Titik Tengah'. Sebagai orang yang nggak pernah menginjakkan kaki, menggarap 2 program ini adalah tantangan. Isu lokal yang selama ini aku pegang yah, isu terkait Jakarta. Namun, ini? *ketok kepala sendiri.
Terkait kebijakan publik, aku membaca banyak dengan isu-isu yang berkembang saat ini di Jawa Timur.
Dan dengan cara menggarap berita ini pula, aku jadi bisa belajar tentang Surabaya dan Jawa Timur umumnya dengan cara berbeda.
Selebihnya, aku cuma berusaha kamuflase keadaan psikis dengan kesendirian berada di kota ini. Selebihnya, aku cuma berusaha menghibur diri dengan memanipulasi keadaan kota ini agar dapat memberi aura positif pada psikisku. Dan melakukan #solotraveller pun ku anggap bonus tugas dari kantor ini. Lagipula, wiken dengan berdiam diri di kos, adalah percuma. Melakukan orientasi kota, jalan-jalan, berlibur, untuk saat ini, hanya itu yang bisa aku manfaatkan dari kota ini. Meski terkesan menyenangkan, lebih menyenangkan berada dekat dengan keluarga, kan?
Lokasi kos (bukan hotel) yang jauh dari kantor, membuatku sepi sebenarnya. Apalagi lokasi kos, jauh dari mulut jalan, jauh dari tempat makan. Membuatku krisis lapar, karena malas beranjak, apalagi untuk sekedar cari sarapan.
Namun, walau bagaimana pun, Surabaya punya cara menemaniku dengan caranya sendiri. Kota ini membiarkan aku pula menikmatinya dengan caraku sendiri.
No comments:
Post a Comment