Lagi, bangun terlalu pagi, padahal semalamnya pun juga ngga tidur
lebih awal. Leyeh-leyeh di atas tempat tidur nggak jelas. Baru setengah
jam kemudian alarm berbunyi. *tepokjidat
Mungkin akunya yang terlalu antusias dengan perjalanan ini, jadinya
pikiran terus menerawang, sementara daya tahan fisik dipaksakan. Ini
nggak bagus. *pecut
Ya paling aku mengonsumsi vitamin, juz, dan minum banyak air. Kalau karbohidrat?
Mmmmm berharap aku kurusan dalam 11 hari ini, karena fisik dipacu
terus. Mahal ya, boooow mau kurus aja kudu jalan-jalan.
7:45 aku sudah berada di kantor TheSinhTourist di De Tham Street, dari tempatku menginap, hanya 5 menit berjalan kaki.
Aku tidak banyak melakukan aktivitas pagi dengan berjalan-jalan, meski
hanya di sekitar tempatku tinggal. Nggak banyak pula jadinya, hal-hal
yang diabadikan. Sarapan di sini dengan menu yang tidak bisa aku makan,
membuat aku pilih yang pasti-pasti saja. Syukurnya, aku masih punya
simpanan roti sobek yang aku bawa dari Jakarta, dan sisa roti sobek
lainnya. Cukuplah untuk sekedar mengganjal perut, plus menghajar yogurt.
Ah, sehat beneur.
Di #HoChiMinh, banyak warga yang sarapan di luar rumah. Umumnya, di
pinggir jalan. Berbangku dan bermeja kecil dengan ditemani kopi, atau
teh, dan semangkuk Pho. Tergoda memang untuk merasakannya, meski hanya
duduk di pinggir jalan. Tapi, ya sudahlah, aku coba cari kenikmatan
lainnya dengan cara ku sendiri.
Sudah banyak turis yang memadati kantor tour operator ini. Mmmmm kalau dari wajahnya, damn, aku seperti
berada di belahan dunia manaaaaa gitu. Ada yang duduk, ngobrol antar
sesama. Ada yang baru datang dan booking tiket tour, dan ada yang
sekedar merokok di luar kantor sambil menunggu busa datang.
Mata ku pun tertuju pada satu pria yang aku prediksi, dia orang
Indonesia. Eits, jangan tendensius ah. Aku perlu berbicara dalam bahasa
Indonesia tauuuu.
En, eng ing eng. Sengaja aku duduk membelakangi mereka, yes, mereka,
entah itu siapanya si pria itu. Yang jelas, dengan sedikit nguping, aku
mendengar mereka bicara bahasa Indonesia. Yihaaaaaaa
Mulai dah.
'Dari Indonesia juga?' tanyaku memulai pembicaraan.
Sejurus kemudian, aku tahu kalau yang pria ini tinggal dan bekerja,
serta memiliki istri dan satu anak di Vietnam. Dan berada di kantor tour
ini, untuk ajak orangtuanya ke Delta Mekong. N you know what? Mereka
tinggal di Rawa Lumbu. *jleb
'Tahu provider Vietnam yang bisa BBM-an, Mas?'
Sejurus kemudian,
dengan sigap, dia pinjam handphoneku. Diregistrasi seperti cara di
Indonesia, tunggu beberapa saat. Kemudian direstar. Deng deeeeeng.
Bisaaaaaaaaa!!! Happppppppieeee!!! Pulsa yang dibeliin Tien, kepotong
30K VND untuk berlangganan bb selama seminggu. Agar aku tidak lupa, aku
minta dipandu untuk registrasi, jika masanya sudah habis. Mmmmm ini yang
disebut dengan rejeki senyum. Sempet tukeran nomer handphone and kartu
nama.
Dan, aku pun sudah di dalam bus. Sementara yang lainnya duduk berduaan,
aku duduk sendirian. Mmmmmm wish you were here, sayaaaaaang.
Perjalanan ke Cu Chi Tunnel memakan waktu 1:45 menit keluar kota Ho Chi Minh.
Ups, lupa, aku ambil paket tour Cu Chi Tunnel setengah hari, plus Ho Chi
Minh city setengah hari, total +/- 321K VND, dibagi dua aja ke rupiah.
Murah? Embeeeeer, daripada harus
urus sana sini sendiri, ambil paket tour dengan harga yang masuk akal,
dan tergolong murah, yah, ini bisa menjadi pilihan. Terutama dengan
kendala bahasa jika harus ke Cu Chi sendiri. Jangan tanya aku soal
bagaimana jika ke Cu Chi sendirian yah. *peace
Perjalanan ini sejauh 40 km, begitu yang aku baca di buku panduan.
Cu Chi Tunnel sendiri adalah lorongan bawah tanah yang digunakan selama
perang Vietnam melawan AS. Luasnya? Mmmmmm coba googling aja yah? Kalau
turis asing masuk sini bayar 80K VND. That's it.
Mmmmm cukup menyenangkan sih, sepanjang tour ini. Banyak hal yang bisa
dilihat di tengah hutan ini. Guide, ngasih banyak penjelasan tentang
sejarah lorong, alat perangkap, sekaligus memberi kesempatan peserta
tour menyusuri lorong bawah tanah sejauh 14 meter.
Dan aku cukup heran, dengan kondisi badan yang sudah tidak kurus ini, aku mampu masuk terowongan.
Dan, resiko! Lagi-lagi resiko kalo travelling sendiri adalah saat ingin
mengabadikan momen adalah yang paling sulit. Jadinya, minta tolong ke
siapapun. Tapi, ini ternyata menjadi pembukaan percakapan yang mumpuni. Entah kebetulan atau tidak, mereka juga senang dimintai tolong.
Korban pertamaku adalah Stephensan, Malaysia. Peserta tour rombongan
dengan teman-temannya. Aku langsung akrab sama dia, bahkan cakap bahasa
Melayu. Beberapa kali aku mintai tolong, pun nggak keberatan. Pas muka
ku celingak celinguk, agar bisa minta tolong foto-n ke orang lain, dia
justru yang nawarin bantuan. Hey, kami cepat akrab. Sempat aku cerita
tentang perjalananku di Melaka dan Penang. Dan dia kaget saat aku
mengatakan, kalau aku #solotraveller.
Next, cengo sendirian, and asyik sendiri. Sok pede, menyapa peserta tour
lainnya yang seorang diri. Berharap senasib. Dooooor, eaaaaa dia asli
Torino, Italia. Huwaaaaa parlavamo Italiano subito.
Kalau si Jovico lebih parah, dia sudah 2 bulan ini travelling sendiri.
Setelah Vietnam, akan lanjut Laos dan Kamboja. Mantap, Man. Karena
kesamaan bahasa, kami juga langsung akrab. Kalau nggak salah dia
menyebut dirinya itu bekerja di bidang pengembangan informatika deh.
Mmmmm kalau dipikir-pikir, #solotraveller itu beneran memaksa kita
belajar untuk tidak hanya mengontrol diri sendiri, tapi juga bisa
membuka hati bergaul dengan orang-orang asing. Bersikap ramah dan
menjadikannya sebagai teman perjalanan.
Kacrutnya adalah saat aku coba bersikap ramah dengan sesama turis asal
Indonesia, beda group memang. Mereka berempat. Aku sendiri. Ya eyalah.
Aku menyapa, 'hai, saya juga dari Indonesia'. Aku menggunakan kata
'saya' loh, bukan 'gue'. Eh, mereka cuma memandang balik tanpa membalas
sapaanku, serasa ingin mengatakan, 'SO?'
Damn, schifo, gila, aku pikir mending aku kenal dan berteman baik deh
sama orang asing sekalian, kalau sesama negara sendiri aja kelakuannya
sengah. *cih
Sisa perjalanan di Cu Chi Tunnel cukup menyenangkan. Dan saat tahu tour
berakhir, maka aku menanti sisa paket tour berikutnya. City tour Ho Chi
Minh setengah hari, yang pada akhirnya dibatalkan. Pfuih.
Dari jadwal jam 2, molor hingga menit ke lima belas. Guide ku, bilang,
aku akan bersama lima peserta tur lainnya. Hingga akhirnya. Kecewa, tour
tidak bisa dilanjutkan jika peserta hanya aku saja.
Sebagai kompensasi, aku ditawari untuk dibayarin taksi, atau disewain
motor, atau diantar sampai titik yang aku inginkan, baru kemudian aku
pulang ke penginapan naik taksi. Dan aku bulat mengatakan TIDAK. Ngambek? Yes lah. Aku kemudian jalan terhuyung memendam kekecewaan.
Halah. Rencana hari ini memang harus dipaksakan untuk jalan-jalan ke
kota. Tapi, nyatanya? Aku hempaskan tubuh ke atas kasur. Dan hujan.
Yihaaaaaaa
Rasa kecewa pun tidak terlalu berat, karena aku merasakan suasana hujan di Ho Chi Minh. Mmmmmm seru.
Hujannya kadang berhenti, kadang lanjut. Tapi deras banget. Baru
bener-bener berhenti itu jam 6-an, saat Tien datang ke penginapan dan
ngajak makan malam. Tien menawarikan makan di restoran kemarin. Aku
bilang nggak mau. Aku ingin makan Pho. Jadilah, di tengah gerimis, kami
berdua naik motor cari kedai Pho.
Sisa hari ku jelang malam, aku lanjutkan dengan menulis, preview foto,
dan kemudian tidur. Besok, aku lanjutkan tour ke Mekong Delta.
No comments:
Post a Comment