Masih gelap dan masih berkabut. Dinginnya kota ini sudah langsung memelukku, serasa mengucap selamat datang. Tapi, bukan dengan cara ini yang ku inginkan. Ku hanya ingin secangkir kopi, atau teh, atau susu hangat untuk mengusir dingin.
Dan bagai turis berbajet banyak, ada seorang dari Sinh Tourist dengan papan nama menunggu ku di depan stasiun. Padahal, vietnam dong tersisa beberapa lembar saja. Tak terbersit pun membeli oleh-oleh.
Bersama dengan lainnya, kami kemudian masuk ke dalam minivan, menuju Sapa. Iyah, benar sekali, perjalanan belum berakhir atau bisa
dikatakan, belum tiba. Karena masih satu jam perjalanan lagi untuk menuju Sapa. Iya, satu jam lagi, ini benar. Ini nggak bohong. Aku sebenar-benarnya jujur, plus aku sebenar-benarnya masih kantuk.
Tak perlu menunggu lama, minivan ini pun langsung sesak. Aku duduk di sisi kiri pintu. Aku melempar senyum ke siapapun yang berada di dalamnya. Iya, dijawab senyum lainnya. Tetiba hati ini nggak sepi. Arrrrrgh aku serasa ingin berteriak senang telah berada di utara Vietnam.
Minivan ini yang kemudian akan membawa kami ke hotel. Tidak hanya satu atau dua minivan tapi banyak minivan yang sudah berkumpul di depan stasiun menjemput tamu-tamu mereka.
Untuk detik ini, ku berujar kalau aku benar memilih Sapa sebagai tujuanku di Vietnam.
Well, Lao Cai dan Sapa adalah dua kota yang penting di Vietnam yang berbatasan dengan Cina. Lao Cai misalnya, berbatasan langsung dengan kota Hekou di provinsi Yunnan Barat Daya Cina. Dan Sapa juga terkenal dengan wisata bukit. Sebuah kampung yang kemudian disulap menjadi kawasan wisata pegunungan.
Setiba di Sapa, kabut menutupi seluruh bagian kota. Kabut yang membawa hawa dingin perbukitan. Dengan ketinggian 1600 meter di atas permukaan laut, Sapa menjuluki dirinya sebagai Les Alpes du Tonkin atau The Tonkin's Alps. Dan hujan pun menyambutku. Meski tidak begitu deras, tapi pikirku ini akan mengancam rencana perjalanan berikutnya di Sapa.
Minivan berhenti persis di depan hotel. Sebentar ku bergumam. Dan lagi-lagi ku bergumam, kalau hotel ini keren. Tampilannya memang sederhana, tapi lokasinya persis di tepi jalan utama. Dan jendela kamarku langsung menghadap jalan. Dan kamar seluas ini, hanya aku dan aku dan tas ranselku dan juga setumpuk senyum sumringah. Sampai detik ini, aku merasa puas. Iya, lelah, aku benar-benar lelah akibat perjalanan malam dengan tidur yang seadanya. Namun, rasanya semua lelah tetiba hilang dan berganti ribuan energi yang entah datang dari mana. Sapa, aku siap jejakan kaki ku di kota mu.
No comments:
Post a Comment