Pengunjung silih berganti datang dan pergi. Sekedar berdua atau berombongan. Naik motor atau naik mobil, pun ada yang datang dengan bus. Dengan kamera dari telepon genggam yang dieratkan ke tongsis, mereka kemudian mengabadikan keberadaan mereka dalam batas pagar dan gundukan yang meninggi. Tidak ada yang berani melangkah lebih menjorok ke dalam, lantaran lereng setinggi 3 meteran mengancam keselamatan.
Satu atau dua orang saja yang nekat menerabas pagar dari kayu, sekedar mengambil gambar dari sudut yang tidak biasa. Sementara aku? Menyaksikan tingkah mereka dari pendopo, tak jauh dari pusat wisata alam - Danau Kaolin.
Hem, siapa yang tidak kenal dengan Danau Kaolin di Pulau Belitung?
Terletak di Desa Air Raya, Danau Kaolin adalah satu destinasi wisata dari sejumlah tempat wajib kunjung di Pulau ini. Memang Pulau Belitung masih punya wisata Laskar Pelangi, Mangar si kota 1001 kedai kopi, dan juga Hoping Island ke sejumlah pulau dalam sehari. Namun, lantaran lokasinya tidak jauh dari pusat kota dan tidak butuh banyak upaya, maka tidak ada alasan untuk tidak berkunjung ke Danau Kaolin.
Lantas apa sebenarnya keistimewaan Danau Kaolin ini?
Jika perjalanan bukan melulu sebuah kegiatan eksis di sosmed, maka perlu ketahui latar dari sebuah destinasi. Toh, keberadaan Danau Kaolin ini sendiri punya cerita sejarah pertambangan di pulau ini sejak 1851. Dan perjalanan Belitung sebagai kota tambang Kaolin bisa dilihat di museum sejarah kota.
Begitu banyak informasi di dalamnya - tersaji dalam maket dan contoh bekas galian-galian berikut bentuk operasional peralatan yang digunakan pada masa pertambangan Kaolin ini. Yup, Kaolin yang merupakan sejenis tanah liat hasil pelapukan batu granit ini banyak terdapat dalam perut Belitung. Yang kemudian digunakan sebagai bahan pembuatan plastik, kertas hingga karet. Bahkan, Belitung diyakini punya cadangan Kaolin terbesar di Indonesia.
Lantas, gegara aktivitas pertambangan itulah yang kemudian meninggalkan sisa lubang-lubang berukuran besar. Danau pun terbentuk dari sumber air yang terkumpul dalam lubang tersebut. Jika, kemudian lubang - lubang atau ceruk ini menjadi pusat perhatian wisatawan yang berkunjung, lantaran air yang tertampung itu punya warna biru tosca dan jernih. Bagi yang suka fotografi, lokasi ini bisa dikatakan sebagai lokasi foto yang instagramable, apalagi yang ingin swafoto dengan latar warna biru tosca danau. Jadi, melihat Danau Kaolin berarti melihat bagaimana pulau ini pernah menghidupi pendudukan sejak satu abad lalu. Perjalanan panjang sebuah pulau tambang. Mirip kisah Sawahlunto - kota tambang batubara. Jadi, jika perjalanan bukan melulu dikenang dari sebuah foto, maka setidaknya ada cerita dan ilmu yang didapat.
Namun yang perlu diperhatikan adalah datanglah selagi pagi atau saat sore dimana matahari tidak begitu terik. Minimnya pohonan pelindung membuat Danau Kaolin ini tidak nyaman dikunjungi pada siang hari - panas. Tidak ada tiket masuk ke lokasi ini alias gratis. Tidak semua eksploitasi alam seberuntung Danau Kaolin yang justru jadi objek wisata. Tapi, bukan sekedar beruntung atau tidak beruntung lantaran jadi populer.
Sepopuler satu rombongan yang hanya perlu waktu kurang dari lima menit berada di lokasi ini, sekedar bentangin spanduk dan foto - selesai.
Aku? perlu waktu lama menikmati luasan danau ini, meski tidak perlu harus menyusuri lereng - resiko. Tahu diri dalam batas aman kunjungan berpagar kayu. Menunggu sepi, menunggu mereka beranjak pergi, dan membiarkan aku menikmati danau ini sendiri - senyap. Dan ketika siang itu matahari cukup terik, aku hanya perlu merubah sudut pandang melihat danau ini agar cukup matahari papar cahaya ke wajahku.
No comments:
Post a Comment