Friday, May 24, 2013

Sawahlunto: Cerita si Kota Tambang

"Oke! Ini keren!", gumamku perlahan. Dan hanya bisa menahan teriak.
Yah seperti inilah aku kalau tetiba berada dalam situasi romantisme di sebuah destinasi.
Bagaimana tidak, 30 menit lepas dari jalan utama, jalur meliuk-liuk, kanan kiri tebing akhirnya aku tiba di Sawahlunto - my another #WeekendGetaway.
Bermodal tiket return kurang dari 600K IDR, aku putuskan kembali ke Sumatra Barat, kembali ke provinsi ini. Tapi, ke Sawahlunto adalah kali pertama. Dan meski banyak yang mempertanyakan tujuanku ke kota ini, aku juga akhirnya berada di Kota Tambang Tua.
"Ini keren!"
Bayangkan, ada sebuah kota dengan akses masuk di antara perbukitan. Suasana sepi gunung dengan nyawa tumbuhan dan hutan, beralih ke suasana hening kota dengan nyawa masyarakat. Mmmmm cukup lama mendeskripsikan apa yang aku lihat ke dalam bahasa tulisan. Seperti ada dua kehidupan berbeda, dan itu tersembunyi, yes Sawahlunto - Kota tersembunyi. Jauh dari kesan hiruk pikuk.
Ini rute baruku di sebuah kota wisata tua.
Potret Kota. AP
Gd. Pusat Kebudayaan. AP
Perlahan mobil menelusuri jalan kota menuju penginapan Hotel Ombilin tempat di mana aku selama 3 hari 2 malam di kota  ini.Kota ini diapit 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Sijunjung.  Serta berada di daerah dataran tinggi yang merupakan bagian dari Bukit Barisan, persisnya berada pada sebuah lembah. Warga lokal menyebut kota mereka seperti cawan. So, pada titik ini, sudah bisa dibayangkan?
Meski terbilang kecil, namun kota ini bisa dikatakan lengkap dengan sarana dan prasarana penunjang sebagai sebuah kota. Kenapa?
Keberadaan kota ini memiliki jalan panjang.
Gedung Koperasi Ombilin. AP
Berdiri sebagai kota di tahun 1888, kota ini diyakini memiliki 200 juta ton batu bara yang terkandung di sekitar aliran Batang Ombilin, salah satu sungai yang ada di Sawahlunto. Dari hasil penelitian Hendrik de Greve itulah pemerintah Hindia Belanda mulai merencanakan pembangunan sarana dan prasarana pendukung eksploitasi batu bara. Perlahan, kota ini berkembang menjadi sebuah kota kecil dengan penduduk pegawai tambang.
Gereja St. Barbara. AP
Dengan perjalanan sejarah yang panjang, tidak heran, kalau kota ini memiliki bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. 
Kota Sawahlunto memiliki Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto. Pada jamannya gedung ini merupakan tempat bermain bowling dan biliard pejabat Belanda. Begitu juga keberadaan Kantor Bukit Asam yang masih berarsitektur Belanda. Gedung ini menjadi landmark kota.
Ia juga memiliki taman kota yang dikenal sebagai Taman Segitiga, sebagai alun alun kota. Kita bisa melihat potret warga lokal di sini. Karena memang suasananya ramai siang dan malam. Mau cari makanan pun mudah di lokasi ini.
Sta. Sawahlunto. AP
Ada pula bangunan peribadatan, seperti Masjid Agung Nurul Islam atau dikenal sebagai Masjid Agung Sawahlunto. Masjid ini memiliki kubah besar di tengah yang dikelilingi empat kubah kecil, dengan menara setinggi 80 meter. Pun ada Gereja St. Barbara, Gedung Koperasi Ombilin. Sementara itu, Hotel Ombilin - tempatku menginap - adalah hotel tertua di kota yang pernah menjadi penginapan para ahli tambang Belanda.Uniknya, kota sekecil ini pun memiliki lapangan pacuan kuda bernama Lapangan Pacuan Kuda Bukit Kandih. 
Lalu bagaimana dengan akses transportasi?
Di jamannya, Belanda telah memperhitungkan bagaimana pendistribusian batubara. Jadilah, jalur kereta api menuju kota Padang. Keberadaan stasiun ini masih ada dan masih beroperasi. Pada jam - jam tertentu masih melayani rute Sawahlunto - Padang Panjang. Di sisi bagian lain dari stasiun ini telah digunakan menjadi museum yang berisi banyak literatur, foto, serta peninggalan alat kereta api di masanya. Plus, tentu saja si Legenda Mak Itam, saksi bisu perjalanan sejarah kota tambang ini.
Silo. AP
Dari titik ini, kita pun bisa melihat Silo. Ya, kegiatan pertambangan di kota ini juga meninggalkan bangunan seperti Silo. Silo ini berfungsi sebagai penimbun batubara yang telah dibersihkan dan siap diangkut ke Pelabuhan Teluk Bayur. Bangunan dengan tiga silinder besar menjulang tinggi ini adalah simbol kejayaan masa lampau Sawahlunto. Dan meski tidak lagi berfungsi, namun Silo masih berdiri kokoh di tengah kota.
Diakui saja, Sawahlunto itu bukanlah benar-benar kota kecil. Karena kota ini punya linimasa panjang yang perlu waktu untuk menelusurinya. Perjalanan singkat bisa dilakukan dengan kunjungan ke museum. Dan itu, bisa jadi hanya setengah dari yang tampak di permukaan. Sebagai kota tambang, Sawahlunto juga pernah punya kehidupan bawah tanah. Tapi, ada baiknya aku jelajah wisata di atas tanah terlebih dahulu Next

No comments:

Post a Comment