@lombokvacation,
account twitter inilah kali pertamanya aku berhubungan dengan warga
lokal tujuan perjalananku via jejaring sosial. Meski frekuensi
komunikasi tidak sering, dan bahkan tidak berbalas follow back, tetap
account twitter ini jadi acuan rekomendasi perjalanan ku ke Lombok. Ini
terjadi pada pertengahan tahun 2011.
Lombok sebenarnya bukan tujuan awal, Bali utamanya. Namun, karena Bali
pernah ku kunjungi, aku kemudian, menambah rute perjalanan ke Lombok.
Ini menjadi pekerjaan rumah, karena riset rute yang awalnya di luar
kepala, kini ku harus memulai dari awal lagi. Belajar geografi!!!
Dengan
memiliki waktu libur enam hari, aku membagi pulau Lombok menjadi bagian
mata angin, Lombok Utara, Barat, Tengah, Selatan, Timur, dan tentunya
Kepulauan.
Namun, dengan realistis, aku menghilangkan Lombok Timur dari daftar perjalanan.
Ku habiskan hari pertama dengan cruising motor, menyusuri Senggigi sampai ke pelabuhan penyebrangan ke 3G.
Bukannya putar balik ke arah berlawanan, aku justru melanjutkan rute
lain dengan modal percaya diri. Yang kemudian kepercayaan diri itu
perlahan memudar sepuluh menit setelah lepas dari jalan pemukiman.
Selanjutnya, yang ku dapati adalah hutan.
Bukannya putar balik, dan kembali ke rute awal, justru aku menemukan
tantangan. Niat, nembus rute hutan ini. Saat dimana aku ingin berhenti
sejenak, ku menepi. Ku cari perhentian dengan parkir cukup luas,
menghadap bukit, dan ada warung kopi. Bercengkrama sejenak, untuk
selanjutnya menyendiri.
Menit selanjutnya, ku menikmati bermotor di Pulau Lombok.
Mati kutu, tak berkutik, bahkan mati gaya adalah saat dimana informasi,
bahkan paket wisata tak berpihak pada Pejalan sendiri macam aku. Ada
satu situs dengan tampilan megah, dan paket wisata yang mumpuni telah
aku jadikan pegangan saat masih di Jakarta. Bahkan, komunikasi,
pertanyaan, dan saran aku kerap lakukan. Pun, begitu sampai di Lombok
pun, aku konfirmasikan kedatangan dan minta kepastian jadwal tur. Tapi,
berujung kecewa.
Bersih tegang di depan resepsionis karena ingkar dengan kesepakatan
paket tur. Dan kemudian, ga sulit buat aku untuk mundur dan report Tour
Travel tersebut ke kantor pusat mereka. Di Senggigi, aku kemudian pulang
berjalan kaki, tanpa tahu angkot mana yang harus aku tumpangi ke
Mataram. Aku nangis dikecewain orang.
Kembali ku berkorespondensi dengan @LombokVacation. Dari wilayah Lombok
yang aku kunjungi di hari-hari berikutnya, Lombok Utara lah yang tidak
bisa ku jangkau seorang diri. Bisa dengan motor, tapi aku tidak mau
terlalu ambil resiko. Persiapan riset ku kurang. Penyelesaiannya hanya
satu, rental mobil untuk sehari penuh, dengan rute yang ku tentukan, dan
ku gunakan semaksimal mungkin. Dan keputusanku menjelajah Lombok Utara
di hari terakhirku di Lombok. Harga? Masuk akalah :) Yes, thnx
@LombokVacation.
Hari-hari selanjutnya, ku jalani dengan kenyamanan, berkat kebaikan hati
seorang kolega. Bahkan tidak sekalipun ku temukan kesulitan saat ku
#HopingIsland ke 3G.
Tapi, siapa di balik pemilik acc twitter itu? Kami kopi darat, ngobrol di warung ayam taliwang dekat penginapanku.
Senang, bisa ngobrol dengan warga lokal. Satu penghiburan besar, bisa
tukar pikiran. Review perjalanan selama aku di Lombok. Berbagi ide. Ah,
sudahlah, malam itu, cukup menyenangkan.
Yang jelas, topik bahasan malam itu ada ulasan rute untuk ku jalani
besok di Lombok Utara. Well, firasat, ini akan menyenangkan.
So,
kenapa kemudian aku membahas account twitter @LombokVacation? Karena,
untuk perjalananku selanjutnya dijembatani media sosial. Misalnya, saat
aku ke Makassar, maka @mksbackpacker, dimana kemudian aku mendapatkan
circle friend. Saat aku ke Sawahlunto, aku intens berhubungan dengan
@sawahluntoers. Pun, saat aku ke Sabang, aku ngobrol via dunia maya via
@ilovesabang. Terakhir yang aku ingat, adalah @pesseltourisme untuk
wisata pesisir selatan Sumatra Barat di Painan.
Hubunganku tidak hanya sekedar berbagi informasi, bertanya, berbagi
foto, tapi ku usahakan untuk bisa kopi darat. Ini menyenangkan, karena
dari merekalah, informasi budaya, sudut kota telah terkuasai mereka.
Pesan moral, ku pikir, mereka lah sebenarnya duta wisata sesungguhnya.
Warga lokal itu selalu menyenangkan. Lagi, karena mereka bisa membuat
kita tidak lagi merasa sendiri, meski melakukan perjalanan sendiri.
No comments:
Post a Comment