
Tapi, akan menjadi masalah jika aku harus terputus dari dunia luar - tanpa komunikasi. Iya, aku yang terlalu nyaman berada selalu dekat dengan gawai menjadi berpikir ribuan kali untuk berada di daerah yang terisolir. Paling tidak, jika pun aku tidak ingin berkomunikasi dengan siapapun atau sekedar posting status di media sosial, aku pasti berkabar dengan keluarga di rumah. Tapi, ini?
Sudah siap mentalkah? Ah, begitu beratkah untuk menentukan sebuah destinasi. Begitu banyak pertimbangan?
Karena memang destinasi yang ku tuju ini, sebenar-benarnya terisolasi. Secara geografis kampung ini terletak di atas ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Perlu waktu 3 jam perjalanan kaki normal menapaki jalan setapak dari desa terakhir hingga ke kampung ini. Tapi, Wae Rebo begitu memaksaku menempatkan kampung ini dalam rute perjalanan ku di Flores.
Padahal, seperti yang aku katakan tadi, berada di kampung ini berarti melepaskan kenyaman hidup di perkotaan. Plus, jaringan listrik yang terbatas. Lengkap.

Toh, meski dengan banyak pertimbangan, apalagi aku pergi seorang diri, maka perlu riset dan bertanya-tanya dengan banyak orang yang pernah melakukan perjalanan ke Kampung Wae Rebo. Setidaknya, berbekal riset akan menambah kepercayaan diriku.
Maka, setelah sehari sebelumnya aku cukup beristirahat di rumah kerabat temanku, pagi berikutnya aku melanjutkan perjalanan ke Kampung Wae Rebo.

Atau bisa juga sebenarnya naik truk yang belakangnya dimodifikasi menjadi angkutan penumpang. Kalau menumpang truk ini justruk lebih hemat lagi - 30 ribuan saja. Tapi, jadwal keberangkatan truk ini terbatas.
Jalur menuju Wae Rebo ini sangat menyenangkan dan menarik. Masuk ke Kawasan Taman Hutan Nasional Ruteng, lalu keluar ke sebuah perkampungan dan berlanjut ke daerah pesisir pantai yang cukup panjang. Nah, kalau sudah berada di pesisir pantai ini, maka perjalanan ke Wae Rebo sudah dalam hitungan menit saja. Tak berapa lama akan tiba di Dintor - desa terdekat Wae Rebo.
Di Dintor ini ada penginapan bernama Wae Rebo Lodge, milik Pak Martinus. Martinus adalah warga asli Wae Rebo yang berupaya memperkenalkan kampung ini ke dunia luar. Aku sendiri hanya mengenalnya melalui banyak tulisan pejalan sebelumnya.
Namun, sebelum aku ke Flores pun aku sudah berkomunikasi terkait dengan niatanku untuk ke Wae Rebo. Satu yang aku ingat, kalau sudah mau ke Wae Rebo bisa hubungi dia atau cukup sms, agar ia bisa menyiapkan Pemandu Lokal yang akan menemaniku ke Kampung Wae Rebo.
Jam 08:30 aku berangkat dari Ruteng dan tiba di Dintor jam 11:30. Total perjalanan 3 jam.
Pemanduku bertanya apakah aku mau langsung ke atas atau istirahat terlebih dahulu.
Dan aku memilih untuk makan siang terlebih dahulu, menunggu waktu salat Zuhur, dan mengisi daya baterai.
"Kalau saat sekarang ini, tidak ada aliran listrik. Begitupun sinyal handphone", ucap pemanduku.
"Tapi, bukannya tidak ada sinyal itu hanya di Wae Rebo saja?".
"Tidak. Tapi, mulai dari titik ini", lanjutnya.
"What?"
Kejutan pertama!!!
Selanjutnya
No comments:
Post a Comment