Pantai Wedi Ireng - Pancer |
Jauh.
Belum lagi lokasi yang berjarak jauh dan memakan waktu, juga cuaca Banyuwangi Desember ini tidak bersahabat, mendung.
Seperti perjalanan menuju Pantai Wedi Ireng di Dusun Pancer, Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran. Jaraknya 65-an kilometer atau sekira 3 jam perjalanan.
Tapi saat membaca pergerakan awan, rasanya tidak pula sepanjang perjalanan akan diguyur hujan, minimal kena gerimis saja. Bukankah perjalanan akan berkesan seru dengan lantai jalan beraspal yang basah tersiram gerimis. Di mana kanan kiri jalan silih berganti disuguhi pemandangan kehidupan warga lokal dan juga barisan sawah dan perkebunan warga?
Aku yang kerap minta berganti membawa motor selalu disikapi cuek Jonathan. Padahal dengan bergantian bisa hilang rasa kantukku di jok belakang. Plus, aku bisa merasakan sensasi perjalanan ini. Tapi, selalu Jonathan bergeming jika ku minta bergantian membawa motor. Mungkin ia ingin aku nikmati pemandangan di sepanjang perjalanan saja. Ah, sudahlah.
Pantai Pancer |
Tapi, yang namanya keindahan itu memang patut diperjuangkan. Seperti perjuangan menuju Pantai Wedi Ireng.
Aku sebenarnya sudah cukup bahagia membaca papan nama Pantai Pulau Merah di depanku. Perjalanan tinggal menghitung meter, bukan lagi kilometer.
Tapi, Jonathan justru membawa motor belok ke kanan.
Kemana?
Garis Pantai Wedi Ireng |
Motor kemudian berhenti untuk diparkirkan di tempat parkir yang disediakan warga lokal. Tarif parkir Rp. 5 ribu.
Selanjutnya perjalanan kaki menuju Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pancer.
"Mau jalan atau naik perahu?", tanya Jonathan.
"Bebas", jawabku.
Terus terang aku baru tahu ada pantai bernama Pantai Wedi Ireng.
Ada dua pilihan jalur untuk mencapai lokasi Pantai Wedi Ireng. Pertama adalah melewati jalur darat, yang berarti memakan waktu sekira 45 menit dengan treking menembus hutan pantai. Karena lokasi pantai yang merupakan tipe lagoon ini berada di balik bukit sisi barat dari Tempat Pelelangan Ikan (TPS) Pancer.
Sementara rute kedua adalah melalui jalur laut, dengan kapal nelayan dari Tempat Pelelangan Ikan. Tarifnya Rp. 25 ribu sekali jalan. Perahu ini akan terus berada di Pantai Wedi Ireng untuk kembali membawa penumpang. Lama perjalanan sekira 15 menit.
Keputusan terakhir kami adalah menumpang perahu nelayan.
Meski perahu masih cukup jauh dari bibir pantai, tapi kesan pantai yang sepi dan tenang sudah bisa aku lihat dari kejauhan.
Hanya ada satu dua pengunjung saja yang berjalan di bibir pantai. Beberapa lainnya sibuk berfoto di atas batu karang. Berarti jika ditambah dengan aku, Jonathan dan dua penumpang perahu lainnya, hanya ada sepuluh pengunjung pantai saja. Sepi.
Aku lupa, jika ada beberapa remaja yang membawa ransel di punggung yang memilih jalan darat. Mereka akan bangun tenda di pantai ini.
Biasa digunakan untuk Camping |
Tapi, jika melepas mata memandang tak terdapat warna biru laut, pun warna tosca di pantai ini. Semua warna senada dengan warna langit di atas pantai, gelap - tertutup awan. Karena memang cuacanya mendung. Mendung sudah mengikuti perjalanan kami sejak kilometer pertama.
Meski mendung, tapi aku tidak mau mendapatkan suasana yang menjadi seadanya indah. Toh, jika aku bisa teriak sebebas-bebasnya maka saat ini aku semacam memiliki pantai sendiri, pantai pribadi. Karena suasana pantai begitu sepi. Jauh dari kesan hiruk pikuk kebanyakan.
Mungkin karena lokasi pantai yang jauh dari permukiman dan butuh perjuangan dan modal uang untuk mencapainya, sehingga sedikit yang mau ke lokasi ini.
Selain sepi, pantai ini juga minim fasilitas. Hanya tersedia sedikit warung dan petugas jaga informasi dari warga lokal. Kondisi ini justru membuat lingkungan sekitarnya masih bersih dan bebas sampah.
Menikmati sepinya pantai di saat mendung |
Maka bersuka citalah aku kemudian di pantai ini. Senang!
Pesan moralnya adalah mestinya kita bisa menikmati alam apapun kondisinya, tanpa menuntut banyak dari si pemilik alam. Toh, meski mendung, masih bisa menghibur diri dengan berlari ke sana ke mari, tanpa bersinggungan dengan pengunjung lain. Lantaran pantai ini sepi.
"Next, ke Pantai Pulau Merah", ucap Jonathan.
"Aku yang bawa motor yah",
Jo mengangguk.
Pemilik perahu pun membawa kami kembali.
No comments:
Post a Comment