Monday, August 25, 2014

Jejak Muslim Indonesia di Laut Andaman

Masjid Darussalam di Koh Panyi, Thailand
Jam 1 siang adalah saat yang tepat untuk si pemakan segala ini mendapatkan asupan gizi yang lebih baik. Karena sedari pagi, aku hanya menenggak secangkir teh manis dan beberapa lembar biskuit. Bukan ku sedang diet, pun juga bukan tak cukup uang untuk beli sarapan. Tapi....ah sudahlah.
Itu sebab, saat Tien mengatakan program berikutnya adalah makan siang, mataku berbinar.
Perjalanan dengan long tail dari lokasi sebelumnya ke tempat makan siang, sekira 15 menit.
Dan sepanjang perjalanan kami disuguhkan pemandangan limestone di tengah laut andaman ini. Limestone ini begitu mendominasi. Beberapa terpisah satu sama lain, ada pula limestone yang saling berdekatan. Bahkan ada limestone yang berdiri tegak tanpa teman, kontras dengan warna hitam, kuning pucat, dan hijau. Pemandangan seperti ini kurang lebih pernah kudapati di Halong Bay, dan Hue Lue - keduanya di Vietnam. Di Indonesia pun, dapat dijumpai di Raja Ampat (Papua) dan Maros (Sulsel).
Namun, pandanganku teralihkan oleh warga kuning keemasan dari kejauhan.
"Masjid?", pekikku tertahan.

Cari Jodoh di James Bond Island

Rute Baru di Koh Tapu (James Bond Island)
James Bond Island adalah tur urutan dua yang paling dicari wisatawan yang berkunjung ke kawasan Laut Andaman dan sekitarnya, seperti Phuket, Krabi, dan Ao Nang. Letaknya di Provinsi Phang Nga - satu setengah jam berkendara dari Ao Nang, dan merupakan bagian dari Taman Wisata Bahari Ao Phang Nga.
Tarif tur sebesar 1000 baht dengan durasi perjalanan 8 jam. Mulai dari pukul 8:30 pagi hingga pukul 5 sore. Dan sama seperti tur kebanyakan, ini adalah open tur. Peserta digabung dengan peserta lainnya. Berangkat dari satu kota dengan minivan - bertemu dengan satu grup lainnya di sebuah titik pertemuan. Bersama kemudian berangkat ke tujuan wisata.
Bisa dibilang aku beruntung mendapatkan harga paket tur sebesar 1000 Baht. Padahal, harga awal yang ku dapat sebesar 1500 Baht. Banyak pertimbangan untuk ikut tur dengan tarif semahal itu. Hampir saja aku memilih berada di Ao Nang seharian penuh, jika gagal ikut tur ini. Tapi, aku ikut, tapi dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Sunday, August 24, 2014

Tujuh Jam Berteman dengan Phi Phi Island

Di Maya Bay
Masih setengah bernyawa, ku paksa badan beranjak dari tempat tidur.
Selain karena alarm yang membangunkan aku, dinginnya penyejuk ruangan juga paksa aku untuk.......
"Arrrrrgh aku masih ngantuk", bisikku pelan.
Kuraih ponsel di sisi kanan tempat tidurku.
Ku buka mata perlahan dan segera mematikan alarm, 5:30 pagi.
Aku mendengus, dan kemudian beringsut dari kasur menuju kamar mandi.
Wudhu, dilanjutkan sholat shubuh, untuk kemudian berlindung di balik selimut, melanjutkan tidur.
Masih ada sekira satu dua jam lagi untuk tidur, sebelum aku dijemput untuk tur hari ini ke Full Day Trip Phi Phi Island.
Dalam sekejap tur itu tak lagi menarik untukku. Cuma ingin tidur sebentar lagi.
Lagipula perlengkapan untuk seharian di laut sudah ku persiapkan sebelum tidur. Sehingga aku punya waktu leyeh-leyeh. Perlengkapan itu ku sesakkan semua ke dalam dry bag.
Oke, aku berusaha menggenapkan tidurku untuk beberapa jam ke depan. Tapi, yang ada justru menjadi gelisah.

Ao Nang - Krabi, Rute Baru ke PhiPhi Islands

Transportasi Lokal di Ao Nang
"Mengapa Krabi?"
"Krabi? Dimana, tuh?"
"Ngapain ke Krabi?"
Yah, begitulah pertanyaan yang terlontar dari teman-teman saat mereka tahu aku akan ke Krabi - Ao Nang tepatnya. Aku pun hanya menjawab kalau aku ingin ke Phi Phi Islands.
Beda dengan Phuket, Krabi memang kurang begitu populer. Bahkan bisa dibilang beyond of destination. Tapi, bagiku Krabi adalah pintu masuk ke Thailand dengan harga yang terjangkau. Plus pilihan penerbangan yang beragam.
Catatan berikut adalah ilustrasi alternatif, dan memang jika komitmen destinasinya adalah ke Phi Phi Islands.

Saturday, August 23, 2014

Selamat Datang di Ao Nang, Thailand

Bus Bandara Krabi
Sabtu, 23 Agustus aku telah tiba di Krabi, Thailand. Sudah 3 hari ku meninggalkan Indonesia - 21 Agustus. Sudah 3 negara kini tercatat dalam lembaran pasporku. Ya, Singapura, Malaysia, dan kini Thailand. Tak sedikit yang meragukan bagaimana aku bisa mengatur ketatnya jadwal perjalananku, apalagi jika harus menghitung tenaga yang terbuang tanpa bisa menikmati pada tiap lokasi yang ku kunjungi.
Well, ini bukan sekedar nikmat atau tidak nikmat di sebuah perjalanan. Tapi, lebih bagaimana memutuskan prioritas dan disiplin waktu. Mengalahkan perasaan, dan memenangkan logika. Ini flashtrip, dan buatku ini yang ku sebut petualangan - meski harus seorang diri.
16:40 pesawat Air Asia yang membawaku dari Kuala Lumpur tiba di Krabi International Airport. Ini adalah penerbangan terburuk yang ku alami. Turbulence nggak ada hentinya mengguncang lambung pesawat sejak take off hingga landing. Sungguh tidak menyenangkan, bahkan hampir saja aku mabuk udara. 
Bandara Krabi tidaklah luas. Sore itu pun hanya tiga pesawat yang parkir. Shuttle bus kemudian mendekati bibir tangga, penumpang tertib masuk ke shuttle yang selanjutnya menghantar ke terminal kedatangan. Pikirku jauh, nyatanya, hanya sekali gas, shuttle bus telah tiba. Ini sebenarnya pun cukup berjalan kaki saja.
Di dalam terminal kedatangan hanya berisi kami, penumpang yang baru saja mendarat. Saat akan clearence imigrasi pun tidak ada petugas yang stand by. Tutup.

Friday, August 22, 2014

GO KL, Cara Gratis Jelajah Kuala Lumpur

Rute Ungu GO KL
Duduk di dalam komuter dalam perjalanan kembali dari Batu Cave, aku membuka-buka peta wisata Kuala Lumpur. Aku mencari cara lain ke tengah kota tanpa harus kembali ke KL Sentral. Dan, jika aku temukan jalan lain ke tengah kota, berarti mentalku dan strategi mengatur waktu selangkah lebih maju, dengan tidak mengandalkan monorail.
Dengan waktu yang tidak banyak di Kuala Lumpur, maka pantaslah kiranya jika aku mengorbankan sedikit kenyamanan ku yang sudah ku dapati sejak pertama kali mendarat di KL.
Kembali aku menyusun, membongkar, kemudian merencanakan kembali rute perjalanan berikutnya setelah dari Batu Cave. Aku ingin ke Bukit Bintang. Aku ingin ke Petailing Street. Aku ingin ke sana dan aku pun ingin ke sini. Dan aku hanya punya waktu tersisa empat jam sebelum aku berubah, ups, sebelum matahari terbenam. Apa cukup waktu? Ini hari jumat dan biasanya macet, pikirku. Ya, mungkin saja macet, toh.
Dan sejurus berikutnya aku pun turun di Stasiun Bank Negara, mana lanjut kemudian ke....ke....dan ke..., ya, aku pun pada akhirnya belum menemukan kelanjutan perjalananku.

Adu Nyali di Batu Cave

Foto dengan Latar Patung Dewa Murugan
Mengejar waktu jelang tengah malam sehingga sudah berada di kamar itu adalah pekerjaan rumah sekali. Apalagi jika harus mengejar jadwal terakhir KLIA Ekspress, plus Monorail setibanya di KL Sentral. Secara dah hampir tengah malam. Singkatnya, aku butuh segera tidur. Tapi, aku sudah cukup siap untuk perjalananku pagi hingga siang ini ke Batu Cave, meski tidurku jauh dari kata cukup. Cukup untuk sekedar menghilangkan kantung mata. Oke, cukup ini berlebihan. Yuk, ke Batu Cave.
Batu Cave merupakan salah satu tujuan wisata cukup populer di Selangor. Berjarak sekitar 13 km dari Kuala Lumpur, atau dengan waktu tempuh hanya 45 menit. Dari tempat ku menginap di Sutan Ismail, ku menuju Monorail di Stasiun Tuan Medanku menuju KL Sentral. Kemudian perjalanan di lanjutkan dengan Kereta Komuter menuju Stasiun Akhir Batu Cave.
Jumat pagi itu, kondisi gerbong komuter sepi.

Thursday, August 21, 2014

Serba Gratis di Bandara Changi

Papan Penunjuk Arah di Changi Airport
Pesawat Tiger Air mendarat di Changi Airport jam 12:40. Sementara, pesawatku berikutnya ke Kuala Lumpur jam 20:40 dengan menggunakan Tiger Air. Sekira masih ada 7 jam waktu aku yang aku punya berada di Singapura. Pilihannya adalah half day tour atau berdiam di dalam bandara selama 7 jam.
Dan aku memilih yang kedua, ya, berdiam di bandara. Ini bukan tanpa alasan.
Skenario pertama adalah aku sudah siapkan janji bertemu dengan teman.
Namun, gagal, karena teman tetiba berhalangan hadir. Pilihan yang ku telah siapkan berikutnya hanya berdiam di bandara. Tidak sama sekali ke luar bandara. Pikirku, ini melatih diri yang introvert. Yang hanya perlu diri sendiri untuk bisa membuat nyaman. Menyiasati lingkungan menjadi benar-benar bermanfaat bagi suasana hati. Dan bagi pejalan sendiri, tentunya ini menantang.
Dan lagi, banyak ku dengar, jika Changi memiliki fasilitas yang memberi kenyamanan bagi siapapun yang berada di dalamnya. Sungguh?
Baik, ini yang aku rasakan selama menjadikan Changi Airport sebagai taman bermain.