Tuesday, December 15, 2015

Itineraire Banyuwangi 6D/ 5N

6D/ 5N di Banyuwangi
Itineraire #RuteBaru bagi yang ingin ke Banyuwangi

Hari Pertama 9/ 12 Flight CGK - SUB AirAsia
                               Train Sta. Gubeng Surabaya - Sta. Karangasem

Hari Kedua 10/ 12 Full Day Trip Baluran National Park
                               - Savana Bekol
                               - Pantai Bama
                               - Hutan Mangrove
                               - Sego Tempong Mbok Wak

Saturday, December 12, 2015

Mencari Sepi di Pantai Wedi Ireng

Pantai Wedi Ireng - Pancer
Butuh perjuangan menuju sejumlah lokasi wisata di Banyuwangi. Utamanya jika perjalanan dimulai dari Pusat Kota Banyuwangi.
Jauh.
Belum lagi lokasi yang berjarak jauh dan memakan waktu, juga cuaca Banyuwangi Desember ini tidak bersahabat, mendung.
Seperti perjalanan menuju Pantai Wedi Ireng di Dusun Pancer, Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran. Jaraknya 65-an kilometer atau sekira 3 jam perjalanan.
Tapi saat membaca pergerakan awan, rasanya tidak pula sepanjang perjalanan akan diguyur hujan, minimal kena gerimis saja. Bukankah perjalanan akan berkesan seru dengan lantai jalan beraspal yang basah tersiram gerimis. Di mana kanan kiri jalan silih berganti disuguhi pemandangan kehidupan warga lokal dan juga barisan sawah dan perkebunan warga?
Aku yang kerap minta berganti membawa motor selalu disikapi cuek Jonathan. Padahal dengan bergantian bisa hilang rasa kantukku di jok belakang. Plus, aku bisa merasakan sensasi perjalanan ini. Tapi, selalu Jonathan bergeming jika ku minta bergantian membawa motor. Mungkin ia ingin aku nikmati pemandangan di sepanjang perjalanan saja. Ah, sudahlah.

Trembesi yang Instagramable di Hutan Kecil Banyuwangi

Perjalanan menuju Pantai Pulau Merah terhenti di sebuah persimpangan jalan di Kecamatan Cluring, Banyuwangi. Ini kali keduanya kami berhenti sejak perjalanan dimulai sekira pukul sepuluh pagi. Yang pertama sekedar melepas lelah akibat perjalanan panjang dari Banyuwangi kota di sebuah minimarket. Padahal baru seperempat perjalanan. Tapi, dengan bermotor, bokong rasanya cukup tersiksa duduk di jok belakang selama 30-an menit.
Namun, perhentian kali kedua ini, tidak hanya sekedar melepas lelah. Tapi, sekaligus mampir ke Kawasan Perhutani di Desa Benculuk, Kecamata Cluring.
Jonathan menetapi janjinya untuk mengajakku ke lokasi yang saat ini sedang banyak diperbincangkan anak anak muda Banyuwangi - Jawatan. Jawatan adalah kawasan hutan kecil milik perhutani setempat. Ia merekomendasikanku untuk singgah saat aku berada di Banyuwangi.
Beberapa hari sebelumnya ia memang telah memberikanku sejumlah foto yang diposting dari Instagram tentang lokasi ini. Dan banyak foto yang membuatku kemudian mengiyakan untuk segera berada di lokasi ini. Meminjam istilah saat ini, Jawatan ini adalah lokasi yang Instagramable.

Friday, December 11, 2015

Tiga Air Terjun Serangkai di Kampung Anyar

Air Terjun Kembar
Belajar dalam sebuah perjalanan itu adalah sukses mendapat pengetahuan baru tentang lokasi wisata yang dituju dari warga lokal. Pengetahuan baru itulah yang aku dapati dari warga lokal di sekitar lokasi wisata Air Terjun Jagir, Kampung Anyar, Banyuwangi, Jawa Timur.
Ceritanya bermula saat kami parkir motor di salah satu halaman warga. Aku menanyakan pertanyaan sederhana, "Kenapa disebut dengan Air Terjun Jagir?"
Pria paruh baya di depanku pun menjawab, "Karena lokasinya di bawah pohon Jagir", ucapnya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah pohon yang disebutnya sebagai pohon Jagir.
"Usia pohon itu sudah cukup tua, lebih tua dari usia Saya yang 69 tahun", begitu lanjutnya.
Kami pun mencari jawab atas rasa keinginantahuan kami lebih lanjut.
Segera kami tapaki anak tangga menurun dan berbelok kiri sesuai dengan arahan bapak tua tadi.
Di samping mushola ada dua tempat mandi yang bersekat - perempuan dan laki - laki. Terlihat jelas air keluar dari mata air di bawah Pohon Jagir yang cukup deras. Baru kali ini aku melihat langsung sumber air dari sebuah air terjun. Ini keren!!!

Thursday, December 10, 2015

Eksotika Pantai Bama di Balik Baluran

Pantai Bama - RB
Pantai Bama adalah salah satu dari sekian banyak pantai yang berada di Provinsi Jawa Timur. Pantai berpasir putih ini ini berada di kawasan Taman Nasional Baluran atau berjarak sekira 4 km dari Savana Bekol TN. Baluran. Atau, jika ditotal dari pintu gerbang utama TN. Baluran, maka lokasi Pantai Bama adalah sejauh 18 km. 14 km pertama adalah jarak dari gerbang utama ke Savana Bekol.
Dibandingkan dengan pantai kebanyakan, Pantai Bama ini termasuk pantai sepi pengunjung. Mereka yang datang ke TN. Baluran sajalah yang kemudian mampir ke pantai ini. Pantainya juga bersih, serta memiliki ombak yang tenang. Pas untuk menyewa perahu atau kano dengan membayar sejumlah rupiah untuk berkeliling di sekitar pantai.

Thursday, October 15, 2015

Taman Sokaifat Bani Saedah di Madinah

Bagian dalam Taman Saqfah
Aku hanya perlu mencari tantangan tersendiri menjelajah kota ini. Bisikku dalam hati suatu ketika.
Bukan maksud menyombongkan diri, tapi aku perlu melepas penat. Terutama melepas penat dari rute rutin; kantor ke Masjid Nabawi dan sebaliknya.
Aku bukannya pula telah khatam rute datang dan pulang dari lingkaran Markaziyah Madinah ke kantor yang sekaligus tempat tinggalku - sekira berjarak 1 kilometer di luar Markaziyah. Tapi, setidaknya dengan tantangan baru menjelajah kota ini, maka aku tidak mudah terserang jenuh. Banyak hal memang yang bisa ku lihat, tapi aku tetap haus hal baru.

Saturday, September 26, 2015

Ada Soekarno di Padang Arafah

Sempat membayangkan cerita orang tua dulu, kalau Padang Arafah itu tandus, kering, dan panas. Tak ada pohon untuk berteduh. Kemudian membayangkan saat jemaah haji dahulu wukuf hanya berlindung pada tenda yang hanya dipasangan pada saat musim haji saja. Pasti panas.
Namun, ternyata Padang Arafah kini sudah menghijau.
Teduh, begitu kesanku saat mobil yang kutumpangi mulai masuk ke kawasan seluas 5,5 x 3,5 kilometer ini.
Di tengah terik matahari Padang Arafah ternyata banyak berjajar pohon - pohon perimbun. Pohon ini yang kemudian ku ketahui bernama Pohon Soekarno. Mengambil jalan memutar dan diajak berkeliling terlebih dahulu membawa keberuntungan bagiku. Dengan begitu, aku mendapat kesempatan lebih banyak melihat hijaunya Padang Arafah. Baik itu tiap sudut jalan, tepian jalan, atau di dalam area tenda jemaah haji juga tertanam Pohon Soekarno.
Iya, ada Soekarno di Padang Arafah.

Thursday, September 10, 2015

Asmaul Husna dalam Pameran Modern

Selamat datang di Pameran Asmaul Husna atau The Beautiful Names of Allah. Pameran yang berada di sisi kanan Masjid Nabawi ini menggelitik keinginantahuanku dengan apa yang ada di dalam pameran tersebut. Tentu saja aku tahu tentang apa itu The Beautiful Names of Allah, namun bagaimana penyelenggara pameran ini menyuguhkan dan menerjemahkan sehingga bisa menjadi sebuah bentuk pameran. Ini yang kemudian membuat langkahku kian cepat ke pintu masuk pameran.
Karena usai salat Ashar maka banyak jemaah yang juga ingin melihat pameran. Aku? seperti biasa dengan keasikan melihat - lihat sana sini dan mencari tahu tentang Madinah dengan caraku.
Masuk? Gratis. Ini yang penting.

Wednesday, September 2, 2015

Terpikat Magnet di Jabal Magnet

Suhu di Madinah masih di kisaran 43 derajat celcius. Lebih memilih berada di dalam kamar adalah hal yang paling benar dalam hidup, daripada menyengajakan tubuh di jemur di terik matahari. Iya, meski
masih belum beranjak siang, namun panasnya sudah sangat menyengat. Kemarin saja, baru keluar dari kamar berpenyejuk ruangan, angin panas langsung menampar muka.
Tapi, demi melihat sebuah fenomena alam, aku mau saja ikut ajakan teman-teman. Dan sudah menyiapkan sebungkus besar mental untuk hadapi sengatan matahari di ruang terbuka di Jabal Magnet.
Memang kurang afdol kalau ke Madinah tanpa melipir ke Jabal Magnet. Padahal, lokasi ini bukanlah wisata sejarah atau religi bagi jemaah haji atau umroh. Namun, begitu tetap saja ini menjadi lokasi favorit. Lokasi ini bahkan sempat ditutup pada waktu-waktu tertentu. Sekedar menghindari hal - hal yang di luar keyakinan. Buat aku, justru lokasi ini menarik. Bukan karena begitu populernya, tapi karena ingin bukti, bener nggak sih, kata banyak orang kalau mobil bisa bergerak tanpa diinjak pedal gasnya?

Thursday, August 20, 2015

Menyantap Ayam Goreng Khas Saudi Arabia

Menu Chicken Broast ala AlBaik
Melihat antrean di resto cepat saji khas Arab Saudi - AlBaik sudah barang tentu menjadi kegiatan yang menantang. Karena antri menjadi pemandangan rutin saat akan makan di resto ini. Mesti tahu waktu sela saat akan mau makan. Karena resto ini memang menjadi pilihan favorit banyak orang.
Jadi, pilihannya memang melepas rasa penasaran dengan rasa ayam goreng Al Baik dengan rela antre, atau mencari ayam goreng sejenis beda merk yang juga masih bisa di temukan di Madinah.
Aku? Tentu saja pilihan jatuh yang kedua, minta sopir banting stir cari resto sejenis yang lokasinya dekat Sultonah Road.
AlBaik dibandingkan dengan resto cepat saji sejenis produk Amerika semacam KFC dan McDonald memang jauh populer. Bisa dikatakan, orang rela antre di depan pintu resto meski resto belum buka. Tapi, yang namanya rejeki, tak perlu antre sekalipun tersaji AlBaik di meja kerja. Ini namanya rejeki.

Sunday, April 26, 2015

Romantisme Kawah Putih Ciwidey

Kawah Putih Ciwidey cukup sering ku dengar keberadaannya. Bahkan, dalam hati pun cukup sering terucap untuk berkunjung ke lokasi ini. Tapi, apa daya jika pada akhirnya hanya berakhir di keinginan.
Padahal untuk kalangan traveller, Kawah Putih Ciwidey sangat populer. Apalagi lokasi ini tidak terlalu jauh dari Bandung Kota - hanya berjarak 50 km arah selatan Bandung, sekira 2 jam perjalanan dari Jalan Soreang - Ciwidey. Posisinya yang berada di ketinggian 2400 meter dapl pun mumpuni beri hawa dingin pegunungan. Plus, hijau hutan pinus yang membalut kawasan wisata ini.
Iya, Kawah Putih Ciwidey adalah danau dari hasil bentukan letusan Gunung Patuha. Kemudian Kawah Putih ini ditemukan secara tidak sengaja oleh Ahli Botani asal Jerman Dr. Franz Wilhelm Junghuhn di tahun 1837. Sejak masa itu, kawah ini dikenal luas publik. Namun, pemerintah lokal baru mengembangkan kawah ini menjadi lokasi wisata pada 1987.

Saturday, April 25, 2015

Meneropong Angkasa di Observatorium Bosscha

Sabtu, 25 April, Jam 7 pagi aku sudah berada di Simpang Dago, Bandung. Kemudian aku mencoba cari asik dengan berjalan di tepian jalan saat aktivitas pasar masih bisa dilihat. Sejurus kemudian aku mendekati deretan gerobak di sisi jalan lainnya - menyebrang jalan. Pilihan mana suka, nasi kuning.
Kedatanganku ke Bandung hari ini memang terbilang amat terencana. Apalagi gempita Konferensi Asia Afrika membuat Bandung kian disesaki wisatawan. Sore ini, jika sesuai agenda, akan ada Parade Negara Asia Afrika di sepanjang jalan Asia Afrika. Tapi, pagi ini, Bandung kota ku tinggalkan sementara waktu. Aku sudah merekam janji dengan seorang teman untuk meneropong angkasa di Bosscha Observatory.

Sunday, March 8, 2015

Mencari Sunrise Hingga ke Punthuk Setumbu

Meski fajar belum muncul, namun warga Desa Karangrejo sudah beraktivitas.
Aku melihat ada dua warga dengan jaket tebal dan topi kupluk berjaga di depan mulut jalan.
Salah satu dari mereka memberikan isyarat agar kami masuk ke jalan yang lebih kecil dengan lampu senternya.
Dari jalan yang dapat dilalui dua mobil, kami masuk ke jalan yang hanya bisa dilalui satu mobil. Kini, jika seorang warga memegang lampu senter, seorang warga lagi memegang handy talkie. Samar kudengar mengatakan ada mobil masuk kepada seorang warga lainnya di ujung jalan.
Dari mulut jalan itu, kami menyusuri jalan sekira 100 meter.
Dan jam 04:45 WIB, kami - aku, ibu, dan keponakan serta sopir - akhirnya tiba di gerbang masuk Punthuk Setumbu.
Sudah cukup ramai.
Sejumlah mobil sudah parkir.
Beberapa pengunjung pun sudah antri membeli tiket masuk - 15 ribu rupiah untuk wisatawan lokal, 30 ribu rupiah untuk wisatawan asing.
Dari gerbang masuk, kami harus berjalan sekira 300 meter untuk menuju pelataran Punthuk Setumbu untuk melihat pemandangan matahari terbit yang berbeda. Begitu slogan yang kubaca pada papan petunjuk dekat loket tiket.

Friday, January 30, 2015

Tonle Sap Lake: Wisata Kampung Terapung di Siem Reap

Penjual Sayur Keliling - RB
"Selamat datang di Tonle Sap Lake"
Begitu tulisan yang terpampang di pintu masuk salah satu lokasi ekowisata di Siem Reap. Bagi yang melakukan perjalanan seorang diri, maka satu satunya cara mencapai lokasi ini adalah dengan naik Remork atau Tuk Tuk. Tonle Sap Lake atau Danau Tonle Sap ini sendiri berjarak sekira 20 km dari pusat kota atau 25 menit perjalanan. Wisatawan biasanya berada di danau ini untuk mengunjungi kampung terapung.
Jika ingin melakukan tur keliling Danau, wisatawan harus membeli tiket seharga 25 dolar per orang. Tiket ini tersedia di loket masuk pelabuhan.
Aku beruntung berkunjung ke Danau Tonle Sap dengan ditemani warga lokal yang ku kenal di perkampungan muslim Stengmai. Ia juga yang mengantarku ke danau ini dengan motor miliknya. Sehingga aku tidak perlu membayar penuh untuk berdua, sudah termasuk harga sewa perahu.

Thursday, January 29, 2015

Eksotiknya Candi Ta Prohm

Jika dibandingkan dengan Angkor Wat, Bayon Wat, dan candi lainnya yang berada di Kompleks Angkor Archeological Park, maka Ta Prohm bisa dikatakan candi yang unik. Untuk masuk ke kawasan Ta Prohm saja pengunjung harus berjalan sekira 400 meter.
Di tengah perjalanan, ada sekelompok pemain musik yang memainkan beberapa alat musik tradisional. Beberapa di antaranya ternyata menjadi korban ranjau pada masa perang saudara.
Jalan menuju pintu utama ini pada sisi kanan kirinya tumbuh rimbunan pohon. Rimbunan pohon itu pula yang membuat kawasan candi ini amat rindang. Kesan suram pada candi akibat lumut yang membalut pada hampir semua bagian candi. Dan runtuhan bangunan candi seakan menggenapi kesuraman Ta Prohm.
Selain itu, kesan eksotik langsung melekat meskipun pengunjung hanya disajikan reruntuhan candi di beberapa bagiannya. Apalagi tampak akar pohon membelit pada beberapa bagian candi lainnya.

Bersendal Jepit di Siem Reap (Part 3)

Jam 04:00 waktu Siem Reap.
Kalau aku tidak segera menyegarkan pikiranku, mungkin aku sudah melanjutkan tidur.
Mengantuk.
Libur - mestinya memang bisa bangun siang dan melupakan janjiku dengan supir tuktuk yang akan mengantarku ke Angkor Wat. Dan berganti jadwal esok harinya saja ke Angkor Wat. Inginnya hari ini, kamis 29 April bisa bangun siang dan berjalan kaki di seputaran kota.
"Ayo ah, disiplin waktu dan jadwal!", desakku berbisik.
Aku menyegerahkan mandi dan sholat shubuh, kemudian menuju lobi.
Sepi.
Pasti.
Untungnya ada penjaga hostel yang berjaga di lobi.
Ia mengetahui rencanaku pagi ini, dan segera menghubungi supir tuktuk, karena memang sudah lewat dari jadwal yang ditentukan.
Mungkin memang aku tak pahami bahasa mereka. Tapi, ku menangkap sebuah perdebatan di antara keduanya. Dan berakhir dengan....
"Anda pergi dengan Saya",
"Maksudnya?"
"Supir tuk-tuknya kesiangan. Kalau Anda masih menunggunya, tidak akan dapat sunset. Mari saya hantar!".
"Menghantar dan menemani sehari penuh, kan, tapinya?", tanyaku.
"Iya!".
Tidak ada pilihan selain mengikuti ajakannya. Toh, waktu terus berjalan, aku juga tidak mau kehilangan banyak waktu menunggu supir tuktuk yang kesiangan.
Kalau di Jakarta aku terbiasa berangkat kantor sekira jam 04:30, maka tak beda saat aku berada di Siem Reap untuk berlibur. Bedanya, aku kini duduk manis di jok tuktuk di belakang supir yang bekerja. Sepi di jalan Siem Reap.

Wednesday, January 28, 2015

Bersendal Jepit di Siem Reap (Part 2)

Peta Kota Siem Reap
Selamat datang di Siem Reap.
Alhamdulillah, akhirnya aku tiba di Siem Reap, Kamboja.
Melunasi perjalanan yang sempat tertundah. 
Dan juga tidak menyangka jika untuk melakukan perjalanan ke Kamboja ini, aku hanya bermodal 400 ribu untuk sekali jalan, itu pun sudah dua kali naik pesawat.
Iya, sekira jam setengah tiga aku sudah menjejakkan kaki ku di Siem Reap. 
Telapak kaki ku kali ini beralaskan sendal jepit. Iyes, sendal jepit.
Aku memilih sesuatu di luar kebiasaanku, dan ku pikir bercelana pendek dengan model celana panjang yang ku potong sedengkul, plus sendal jepit adalah hal yang menyenangkan dalam perjalanan. Dan, itu aku tuntaskan keinginanku dalam perjalanan ke Siem Reap. Plus dengan bekal baju yang secukupnya. Sudah cukuplah beban hidup di bahu ku tanggung, tak lagi lah di dalam daypack membebaniku. Tsaaaaah
Selayaknya traveller macam banyak duit saja aku, ketibaanku di bandara sudah ditunggu supir tuk-tuk. Dan semacam aku banyak perlu, ku minta supir tuk-tuk untuk menungguku sejenak. Aku perlu bekali perjalanan ku dengan Sim card. 
Aku dapati counter sim card di pintu keluar bandara. Ada beberapa, sih, yang menawarkan dengan berbagai layanan. Aku pilih yang $5 untuk 5 hari, itu pun tanpa batas.

Bersendal Jepit di Siem Reap (Part 1)

Mencari Pesan dari Siem Reap
Jam 10:30 aku sudah berada di ruang tunggu keberangkatan menuju Siem Reap. Ini berarti masih ada waktu tiga jam lagi sebelum pesaswat berikutnya ke Siem Reap akan take off - jam 13:20.
Tiga jam lagi.
Entah apa yang bisa aku lakukan di bandara KLIA2. Padahal sejak landing tadi aku sudah sebisa mungkin untuk mengulur waktu agar tidak terlalu lama berada di ruang tunggu keberangkatan.
Aku pun mencoba untuk menghitung jatah penggunaan password wifi yang hanya berlaku tiga jam. Iya, asal ada sumber listrik dan jaringan wifi sepertinya aku akan tenang dan bebas menyendiri di ruang tunggu. Tapi, lepas clear immigration aku dah separuh jalan berada di bandara ini - sekedar mengulur-ulur waktu.
Aku pun sudah mencari tahu di mana letak hotel kapsul.
Sengaja mencari itu, karena jedah saat aku pulang dari Siem Reap ke Jakarta nanti itu beda 10 jam. Satu-satunya jalan adalah aku bisa luruskan pinggang dan tidur di hotel jam-jam an. Agak lucu memang, kenapa juga mesti harus tidur di hotel dengan bajet yang ku pikir sayang banget - mahal.
Tapi, tidak semahal jika aku memilih mencari penerbangan lain yang tidak seberapa jauh jedahnya dengan penerbangan pertama dari Siem Reap ke Jakarta via Kuala Lumpur.
Sudahlah, aku sudah tidak ingin berkompromi dengan tiket yang sudah ku beli selang waktu yang lama. Sudah saatnya untuk eksekusi perjalanan ke Siem Reap. Mengulang rencana yang sempat tertunda.