Sunday, September 15, 2013

Melegakan hati

Apa lagi yang bisa kuucapkan ketika hatimu kemudian meragu.
Apa upayaku jika kemudian kamu menampik tiap kata yang terucap dan kembali meragu.
ragu dengan keadaan yang kamu punya. meratap hari dengan hanya menatap putaran matahari dari hari ke hari.
bernafas dalam ruang yang sama.
berdiri di atas pijakan kaki yang sama dari hari ke hari.
Jika memang ada sisi kosong untuk bisa ku tempati maka ku ingin aku ada di situ.
Jika memang ada sesak yang memaksa, maka ku ingin aku bantu legakan hatimu.
Tapi apakah kamu mengijinkan ku masuk dalam relung duka dan susahmu?

Sunday, September 8, 2013

Sensasi Jarum untuk Apheresis

Hal yang terakhir aku lakukan setelah semua ku lesakkan di dalam loker adalah ngecek pesan di blackberry untuk terakhir kalinya.
“Ping”
“Oke, dari Maya”, bisikku pelan.
“Lo stand by ya, Di. Segera ke Kramat. Ada yang butuh Aphe”.

“Jam berapa? Di screening dulu, kan? Screening gw dah ga valid, itu setahun lalu.”
“Jam 7 malam. Gue kasih nomer telpon lo ke keluarga pasien. Dan ini nomer keluarga pasiennya juga. Dan, yah, lo akan discreening dulu”.
Aku tahu ini sejenis komunikasi seperti apa. Call alert untuk aku, dengan sandi “Stand By”.
Ku hela nafas dalam, sambil pikiran menjelajah ingatan tujuh hari ke belakang. Aku tidak mengonsumsi obat-obatan, tidak minum antibiotik, dll. Aman.
Tapi, aku pastikan aku kurang tidur, dan beberapa hari ini aku kurang asupan minum. Aku nggak mau nantinya justru gagal dan tidak lolos screening, karena hemoglobinku kekentalan.
Ah, sudahlah, pasrah. Kalau memang rejeki, pasti keluarga pasien itu mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Tidak berapa lama....
“Malam, mas Adhie”

Monday, September 2, 2013

Dimana Kata Berucap

Tetiba ingin menemani dan ditemani, jejaki jalan tak bertrotoar di sini.
Sesekali melompat, dengan pijakan seirama degub jantung.
Karena kini, tetiba nelangsa di kota ini.
Prinsip pernah tertulis, 'berjalanlah, karena suasana kota selalu punya caranya sendiri menghibur kita'.
Tapi, kini, hanya ditemani deru mesin random ketukan, selaras dengan ketukan hati dan pikiran saat ini.
Tak ingin ku sepakati itu, namun ku rangkul juga akhirnya, karena ku sudah tak lagi punya banyak pilihan.
Aku kian coba untuk terbiasa, namun belum pula terbiasa. Dan berakhir jadi pengecut dengan alih alih menerka.
Tanpa ahli menerjemahkan ribuan maksud. Ini tanpa terduga