Sunday, September 9, 2012

Samosir sebuah pulau? Mmmmmm

Jembatan Tano Ponggol, Pangururan
Apakah Samosir sebuah pulau? Mmmmm
Siap-siap dipukul sejuta umat deh.
Tapi, pertanyaan itu menetap di kepala sepanjang perjalanan dari Pangururan ke tempat penginapanku di Tuk Tuk, Samosir. Sebuah jembatan bercat kuning, yang hanya memiliki panjang 10 meter saja ternyata menjadi jalur tak biasa bagi wisatawan yang ingin ke (Pulau) Samosir. Maaf jika saya akan terus menggunakan buka kurung dan tutup kurung saat menggunakan kata 'Pulau'.
Menggenapi hidup yang tidak pernah naik kapal laut, memaksaku mencari-cari cara ke (Pulau) Samosir tanpa harus naik kapal. Dan ku temukan rute baru.
Rute menuju Samosir dengan menyebrang via Parapat adalah rute standar. Dari Medan, bisa menempuh perjalanan via Tebing Tinggi - Pematang Siantar - Parapat. Rute standar ini lebih cepat tiba di Samosir. Selain itu, sarana transportasi lebih banyak pilihan.
Sementara perlu waktu hingga 5 jam, jika menggunakan rute baru, yaitu Berastagi - Kabanjahe - Merek - Pangururan. Dan sedikit transportasi yang melayani rute ini. Selain mobil travel Sampri L-300, bisa juga dengan cara rental mobil. Tapi, tak banyak juga yang mau melayani rute ini. Karena dianggap berbahaya. Baiklah!!!
No Photo HOAX
Air Terjun Sipiso Piso
Tapi, penolakan tak urung membuatku beralih pikiran dengan mencoba rute baru ini. Dengan naik L-300 tentunya bisa menghemat uang saku, tapi otomatis aku tidak bisa singgah ke sejumlah titik yang dianggap paling menarik di sepanjang perjalanan ke (Pulau) Samosir. Mis: Air Terjun Sipiso- Piso (Hey, I am a Waterfalls Hunter), dan Menara Tele - lokasi yang bisa melihat Danau Toba dari titik tertinggi. Dan beruntung, kolegaku di Berastagi mau mencarikan mobil rental yang mau membawaku dengan rute baru ini.
Boros seketika, tapi ada banyak yang ku dapat. Aku melakukan subsidi silang sesegera mungkin. Mengurangi postingan bajet, dan menambahkannnya ke postingan bajet baru.
Posisi Pangururan dan Jembatan Tano Ponggol
Dan aku baru paham, kenapa begitu banyak penolakan yang aku terima saat ingin menyewa mobil. Dan memang benar, lepas beristirahat di Tele dengan menikmati pemandangan dari menara pandang, perjalanan berikutnya adalah menelusuri jalan di pinggir tebing, dengan jurang yang menyeramkan. Tapi, melihat kondisi fisik jalan yang mulus, plus bonus pemandangan sepanjang jalan, rasanya ketakutan itu break event point. Suka!!!
Nama jembatan ini adalah Jembatan Tano Ponggol. Jembatan ini adalah satu-satunya jalan darat ke (Pulau) Samosir.  Dan jembatan inilah yang menggugurkan pelajaran geografiku. Yes, Samosir bukanlah sebuah pulau. Dan tanpa jembatan ini, tidak pernah ada sebutan (Pulau) Samosir.
Terima kasih, Belanda.
Sudut Kota Pangururan
Begitu kira-kira,
ucapku.
Ya, berhenti sejenak sebelum melintasi jembatan itu, ku berhenti di warung kopi.
Jembatan Tano Ponggol!
Samosir sisi Desa Tuk Tuk
Tano Ponggol dalam bahasa lokal disebut Tano Magatop atau tanah yang dipenggal atau diputus. Disebut demikian karena sebelum masa penjajahan Hindia Belanda, Samosir menjadi bagian dari daratan Sumatra. Belum ada, tuh, kata "pulau".
Di tahun 1905-an, Pemerintah Hindia
Pemandangan dari Kab. Pangururan Danau Toba
Danau Toba dilihat dari Tele
Belanda melakukan kerja paksa menggali tanah sepanjang 1,5 km dari ujung lokasi Tajur dengan Sitanggang Bau. Pekerjaan selama 3 tahun itu akhirnya menghilangkan bagian daratan yang awalnya menyatukan Samosir dulu dengan Sumatra. Dan tahun 1913 jembatan pun diresmikan untuk penggunaannya pertama kali.
Dan aku sukses membuka rute baru dalam perjalananku kali ini. Ini menyenangkan, karena perjalanan selanjutnya, aku akan menyusuri Samosir dari sisi yang tidak biasa dilalui orang kebanyakan.
Yang masih anggap Samosir adalah "Pulau", silakan tunjuk tangan.

No comments:

Post a Comment