Wednesday, September 24, 2014

Solotraveller yang Klaustrophobia

Foto Google
Berdasar informasi dari Wikipedia, Klaustrophia adalah sebuah gangguan kejiwaan ketakutan terhadap tempat-tempat sempit dan terjebak. Klaustrofobia umumnya dikategorikan sebagai kecemasan yang dapat menyebabkan serangangan kepanian yang tiba-tiba. Sekitar 5 - 7 % populasi dunia mengidap klaustrofobia. Aku di antara angka tersebut. Ya, aku seorang klaustrofobia
Sekira tiga tahun lalu aku memahami diri yang klaustrofobia. Bahkan pada mulanya aku tidak memahami gangguan ini. Sampai suatu ketika aku menumpang bus dari perjalanan kantor. Meski dalam posisi berdiri aku masih merasa nyaman. Sampai kemudian kepanikan itu datang karena perlahan jumlah penumpang bertambah. Aku terpojok, nyaris tak bisa bergerak, kemudian sulit bernafas. Aku panik.
Tak ada cara lain selain fokus dan mengontrol diri. Karena hanya ada aku. Jika pun ku berteriak, ku yakin semua penumpang menganggapku freak.

Aku butuh pengalihan perhatian. Hampir setengah jam kemudian, pikiranku tenang. Karena selama setengah jam itu aku berbincang bersama teman via telepon.
Pengalaman pertama ini berlanjut ke pengalaman kedua. Ini terjadi saat aku melakukan perjalanan dari Hanoi ke Lao Cai dengan menggunakan kereta kompartemen. Pada mulanya perjalanan begitu menyenangkan. Aku mendapat teman baru di dalam kompartemen. Karena terlalu letih aku pun tertidur. Namun kemudian aku terserang kepanikan. Lantaran saat aku membuka mata, seluruh ruang kompertemen gelap gulita - sepi. Nafasku tersengal. Aku mencari pintu keluar. Mencoba bernafas normal. Namun usaha ini berakhir sia-sia. Aku sendiri di tengah malam itu di dalam kereta.
Serangan pertama di bus memberi pelajaran untuk aku. Cari pengalihan pikiran jika terserang klaustrofobia. Aku pun mulai berkomunikasi via bbm dengan teman di Jakarta. Sekedar minta ditemani sampai aku tertidur. Sedikit cahaya di bawah pintu, pun, pada akhirnya bisa menenangkan aku. Jangan ditanya sebab aku mengalami gangguan ini. Terjadi begitu saja.
Apa sih rasanya saat gangguan kepanikan itu datang? Takut, cemas, dan ingin berteriak. Ingin segera cari ruang gerak dan bebas seluas-luasnya.
Sebagai traveller ini sesungguhnya sangat mengganggu. Bagaimana tidak - kecuali motor - moda transportasi lainnya dalam kondisi tertutup, terutama pesawat. Betapa aku butuh proses untuk bisa membuat nyaman dan memastikan kalau aku 'aman' naik pesawat. Pun saat naik bus. Kalau naik kereta, aku masih bisa bertoleransi.
Tapi, begini, klaustrofobia tak mungkin menghalangiku untuk aku bepergian. Aku bisa yakinkan itu. Aku tak mau takluk dengan serangan kepanikan ini. Aku perlu menyiasati semua hal - di luar lingkungan nyaman ku - menjadi sesuatu  yang menyenangkan sepanjang perjalanan.
Jadilah, kemudian mengakali ini dengan siasat.
Jika di pesawat ku memilih berada di alley. Sehingga pandanganku lebih leluasa dan bisa bergerak bebas. Pun jika di bus atau mobil aku meminta untuk berada di kursi paling depan, agar pandangan ku luas ke depan. Kalau di kereta, aku jauh lebih leluasa.
Belakangan, kadar gangguan kepanikan itu berkurang. Karena aku menghadapinya, bukan lari dari gangguan itu. Kontrol diri - itu, sih, yang utama. Meski tidak 'sembuh' total. Tapi, upayaku ini perlahan tidak lagi mengganggu ku. Perlahan memang, karena gangguan itu datang kapan waktu. Dan aku masih asik jalan-jalan dengan teman #klaustrofobia

No comments:

Post a Comment