26 Feb - 30 Feb 2011 |
Sunday, January 20, 2013
Saturday, January 19, 2013
Berteriak Puas di Lembah Harau
Feel so Free |
Yup saat memasuki kawasan wisata alam ini, aku memang sungguh berterial lantang. Berteriak lepas di atas motor yang lajunya tak juga berkurang sejak masuk dari mulut jalan utama. Tetiba selanjutnya, darahku berdesir, mataku terbelalak. Setengah tak percaya dengan penglihatanku saat ini. Indah, dan beneran Maha Suci karya-Nya. Keren, loh, ini, Tuhan!
Imajinasikan kini!
Jalan yang ku lalui saat ini bersama Amfrezer adalah sebenar-benarnya lurus. Sementara, kanan kiri sudah terpampang tebing-tebing granit, berketinggian 80-an meter lebih. Nah, di sisi kirinya sudah terlihat pula air terjun super deras. Tidak hanya satu tapi dua, bahkan tiga air terjun. Keren, Tuhan.
Di Lembah Harau terbagi dua daerah wisata. Yang aku lihat barusan itu adalah kawasan Sarasah Bunta, lantaran penampungan air terjunnya masih alami, sehingga bermain di air terjunnya terkesan lebih alami. Dan, di Sarasah Bunta ini memiliki lima air terjun.
Friday, January 18, 2013
Mencari Tukang Jahit di Bukittinggi
29 Januari '11, sabtu jam 10:45 aku akhirnya, menjejakkan kaki di Bukittinggi. Gerimis.
Suasana basah seperti ini mengingatkanku pada satu kota lain. Apalagi saat aku kemudian menyusuri jalan mendaki dan basah. Aku merapat ke trotoir di mana mobil-mobil parkir di bahu jalan. Berjajar pula ruko-ruko yang menjajakan beragam buah tangan, makanan, kantor bank, depstore, restoran cepat saji. Ada yang khas, dan aku suka suasana ini. Suasana berbeda justru berkaca dengan penampilanku, celana panjang kargo, topi kupluk, sendal gunung, plus ransel. Cool, hein??!!???!!!
Aku telepon Amfrezer, teman kontributor kantor yang bermukim di kota ini. Aku menunggunya di..... ah, sebenarnya aku paling fasih menentukan arah mata angin, entah kenapa saat itu, aku lepas kendali dan lupa arah mata angin. Titik pertemuan yang aku syaratkan di depan gedung pertemuan, dan memang gedung itu satu-satunya yang berada di sekitar Jam Gadang.
G, Jam Gadang!!!!!!!
Suasana basah seperti ini mengingatkanku pada satu kota lain. Apalagi saat aku kemudian menyusuri jalan mendaki dan basah. Aku merapat ke trotoir di mana mobil-mobil parkir di bahu jalan. Berjajar pula ruko-ruko yang menjajakan beragam buah tangan, makanan, kantor bank, depstore, restoran cepat saji. Ada yang khas, dan aku suka suasana ini. Suasana berbeda justru berkaca dengan penampilanku, celana panjang kargo, topi kupluk, sendal gunung, plus ransel. Cool, hein??!!???!!!
Aku telepon Amfrezer, teman kontributor kantor yang bermukim di kota ini. Aku menunggunya di..... ah, sebenarnya aku paling fasih menentukan arah mata angin, entah kenapa saat itu, aku lepas kendali dan lupa arah mata angin. Titik pertemuan yang aku syaratkan di depan gedung pertemuan, dan memang gedung itu satu-satunya yang berada di sekitar Jam Gadang.
G, Jam Gadang!!!!!!!
Thursday, January 17, 2013
Mimpi Sederhana itu Melihat Jam Gadang
05:00 Waktu Maninjau. Tubuhku terbangun otomatis oleh jam biologisku. Mata masih sepet. Badan masih terasa remuk. Tapi, secara keseluruhan, tidurku teramat nyenyak.
Ini adalah tidur ke 3, di 3 daerah berbeda. Dan ini adalah hari ke empatku di Sumatra Barat, serta pagi pertama dalam hidupku di Maninjau.
Aku menunggu giliran sajadah yang dipakai ayahnya Vano untuk sholat shubuh. Dan setelahnya, aku buka pintu rumah. Kontan angin shubuh menyeruak masuk ke dalam rumah. Dinginnya nggak bisa ditawar lagi. Angin ini lebih dingin dari air wudhu tadi.
Ku menarik nafas panjang. Segar. Benar-benar segar.
Aku kemudian mengambil tempat di tepian teras, menghadap barat. Melakukan peregangan pada sejumlah bagian tubuh. Sesekali menguap. Kantuk masih tersisah. Tak mungkin ku lanjutkan tidur. Yang ada dipikiranku, hanyalah menikmati suasana pagi di Maninjau.
Sepi.
Wednesday, January 16, 2013
Maninjau Itu Menentramkan. Suka :)
Dengan
kecepatan 20 km/ jam, Kijang hitam perlahan menyusuri jalan beraspal di
tepian Danau Maninjau. Dengan kecepatan laju seperti itu, seakan waktu
berjalan lama, aku seperti berada di dimensi lain. Sepanjang mata
memandang, tampak pohon-pohon peneduh berjejer, di sisi dan kanan kiri
jalan. Sementara, rumah penduduk, tampak saling berjauhan. Duduk di sisi
kiri, memberi keuntungan untukku, Danau Maninjau itu tidak berapa jauh
dariku. Aku tak banyak berkata. Warga lokal sangat beruntung miliki
Maninjau. G, cantik. Dan perkampungan ini benar mendamaikan! Hey, aku
beruntung telah berada di sini.
Tidak menonjol kesibukan lalu lintas di tepian danau ini. Sesekali bus 3/4 melintas. Yap, transportasi di perkampungan ini sangat jarang. Angkutan umum yang tersedia hanya bus 3/4, itu pun untuk layanan jauh. Untuk jarak dekat tidak ada. Setidaknya harus memiliki motor untuk mobilitas. Sepinya lalu lintas berimbas pada sepinya suasana di sini.
Tidak menonjol kesibukan lalu lintas di tepian danau ini. Sesekali bus 3/4 melintas. Yap, transportasi di perkampungan ini sangat jarang. Angkutan umum yang tersedia hanya bus 3/4, itu pun untuk layanan jauh. Untuk jarak dekat tidak ada. Setidaknya harus memiliki motor untuk mobilitas. Sepinya lalu lintas berimbas pada sepinya suasana di sini.
Tuesday, January 15, 2013
Maninjau Pertama Kali
Jam 06:00 WIB. Ini hari ke-3 ku di Sumatra Barat. Badan rasanya remuk.
Baru nyadar, kalo kemarin itu nggak ada istirahat dalam waktu lama.
Terus aja jalan [baca: naik motor]. Hujan pun diterjang. Jadinya, ya,
seperti ini nih, tepar akut. Tapi, perjalanan harus berlanjut. Pagi ini,
segera menuju Maninjau.
Aku
memang benar-benar Blind Traveler. Nggak tahu bus atau angkutan mana
yang akan membawaku menuju Maninjau. Untungnya, sejauh ini, perjalananku
baik-baik saja. Warga lokal teramat sangat membantu. Pokoknya yang aku
tahu, ada mobil travel bernama Tranex Mandiri. Nama PO ini rasanya cukup
terkenal. Aku tahu dari beberapa tulisan backpacker yang sempat singgah
di Padang. Tapi, aku sendiri nggak tahu posisinya berada di jalan apa.
Gubrak.
Monday, January 14, 2013
Midnight di Padang
Aku cuma bisa meratapi isi ransel yang lepek. Itu baju yang tersisa
untuk sisa perjalananku 3 hari ke depan. Tidak ada satu pun yang bisa
diselamatkan. Ada satu dua lembar, itu pun dalam keadaan lembab.
Meletakan baju di jemuran di dalam, bukan ide yang bagus, namun,
menyimpannya dalam keadaan lembab, juga pilihan yang tidak bagus.
Setidaknya, jika dikelantang, maka kena angin dan kering. Berharap. Di
luar masih juga gerimis, tapi Fauzan, masih juga bersemangat untuk ajak
aku keliling padang di malam hari. Jam 10:30. Langsung tidur, rasanya
pilihan yang paling tepat. Tapi, sayang menolak ajakannya. Tapi, kasihan
dia juga, setelah berjam-jam bawa motor. Bukannya aku tidak mau
bergantian bawa, tapi karakteristik jalan, dan prilaku orang berkendara
di tiap daerah beda. Aku pilih cara aman.
Masih dengan jaket lembab, celana pendek, jam 11 malam, kami menelusuri Padang. Sepi. Mungkin karena sudah jelang tengah malam. Mungkin karena gerimis, atau mungkin seperti ini keadaannya? Aku nggak tahu, karena ini kali pertama aku ke Padang.
Masih dengan jaket lembab, celana pendek, jam 11 malam, kami menelusuri Padang. Sepi. Mungkin karena sudah jelang tengah malam. Mungkin karena gerimis, atau mungkin seperti ini keadaannya? Aku nggak tahu, karena ini kali pertama aku ke Padang.
Sunday, January 13, 2013
Hilang Rute Menuju Pariaman
Jujur, kecewa saat tahu, perjalanan jauh ke Bunguis tidak mendapatkan
gulai kakap. Gulai jengkol pun tetap membuatku bergeming. Tidak tergoda.
Mati rasa. Makan pun hanya sekedarnya. Mungkin, memang perjalanan ini
tidak memberkatiku untuk mencicipi makanan khas masing-masing daerah.
Apapun itu, lewat. Padahal, sejak pagi tadi, perutku belum pula ku isi
nasi, kecuali sate padang di lapangan Imam Bonjol siang tadi.
Jam 5, mengejar waktu ke Padang Pariaman. Tawaran berikutnya adalah mengunjungi situs Syekh Burhanudin, entah apalah itu. Blind Traveler, aku ikut aja. Estimasi waktu 1 jam tiba di lokasi. Dengan kondisi jalan track lurus, maka akan jauh lebih cepat. Itu asumsiku saja. Ternyata, jalan yang ku lewati adalah berbalik 180 derajat. Truk besar, kontainer, saling salip. Diriku rasanya kecil banget di antara antrian di jalan. Pasrah. Namun, rasa ingin tahuku dan jiwa petualangku mengalahkan ketakutan dan resiko yang aku hadapi.
Jam 5, mengejar waktu ke Padang Pariaman. Tawaran berikutnya adalah mengunjungi situs Syekh Burhanudin, entah apalah itu. Blind Traveler, aku ikut aja. Estimasi waktu 1 jam tiba di lokasi. Dengan kondisi jalan track lurus, maka akan jauh lebih cepat. Itu asumsiku saja. Ternyata, jalan yang ku lewati adalah berbalik 180 derajat. Truk besar, kontainer, saling salip. Diriku rasanya kecil banget di antara antrian di jalan. Pasrah. Namun, rasa ingin tahuku dan jiwa petualangku mengalahkan ketakutan dan resiko yang aku hadapi.
Friday, January 11, 2013
Setengah Hari di Padang
Lepas makan pagi, aku segera melakukan persiapan terakhir berkemas.
Tidak ada bawaan berarti, kecuali pakaian kotor, dan segudang kenangan
tentang Painan di hati dan pikiran, serta barang bukti di kamera
digital.
10:30 Uda Inang, menghentikan mobil travel menuju Padang. Hanya aku penumpangnya. Berbeda dengan kali pertama menumpang mobil travel saat di bandara, kali ini aku jauh lebih rileks. Sesekali memejamkan mata, namun, lagi-lagi pemandangan Painan - Padang memaksaku untuk terus terjaga. Hanya aku dan 2 penumpang lainnya saat itu. Laju mobil juga tidak terlalu kencang. Jadi, aku benar-benar menikmati perjalanan. Padahal, aku tidak tahu titik balik ke Padang.Beberapa titik ku lupa. Hanya pada saat aku lihat papan penunjuk arah jalan padang painan, baru lah aku paham, jalur yang ku lalui kemarin.
Satu hal yang selalu aku tanyakan ke setiap orang, dan memang menjadi kebiasaanku adalah menanyakan waktu tempuh, dan bukan jarak tempuh. Kalau aku sudah mengetahuinya, berarti aku dah siap dengan alokasi waktu tidur.
10:30 Uda Inang, menghentikan mobil travel menuju Padang. Hanya aku penumpangnya. Berbeda dengan kali pertama menumpang mobil travel saat di bandara, kali ini aku jauh lebih rileks. Sesekali memejamkan mata, namun, lagi-lagi pemandangan Painan - Padang memaksaku untuk terus terjaga. Hanya aku dan 2 penumpang lainnya saat itu. Laju mobil juga tidak terlalu kencang. Jadi, aku benar-benar menikmati perjalanan. Padahal, aku tidak tahu titik balik ke Padang.Beberapa titik ku lupa. Hanya pada saat aku lihat papan penunjuk arah jalan padang painan, baru lah aku paham, jalur yang ku lalui kemarin.
Satu hal yang selalu aku tanyakan ke setiap orang, dan memang menjadi kebiasaanku adalah menanyakan waktu tempuh, dan bukan jarak tempuh. Kalau aku sudah mengetahuinya, berarti aku dah siap dengan alokasi waktu tidur.
Wednesday, January 9, 2013
Intip Kehidupan Nelayan Pesisir Selatan
Lebih karena tidak ingin lupa, detail hal yang gue lakukan di hari ke
dua liburan ini, maka, malam ini kupaksakan untuk menulisnya.
Terbiasa bangun jam 5:30 di Jakarta, terbawa saat berada di pagi di Tarusan, Painan. Sepi, itu yang melekat. Berada lebih ke barat, maka gerak matahari juga lebih lama terang di titik ini. Yang ga berubah, hanya jam biologis.
Ok, setelah lelap tidur semalam, pagi, sesuai janji, gue sudah dijemput untuk keliling Painan seri ke-2, Tempat pelelangan ikan, dan batu kalang.
Di daerah nelayan kebanyakan, aktivitas warga di tempat pelelangan ikan ini pun biasa saja. Tapi, karena haus dengan suasana baru, apapun gue lahap. Dan, memang, lagi-lagi bisa menikmati suasananya. Seru.
Tidak lama kemudian, pindah ke lokasi lain, batu kalang.
Terbiasa bangun jam 5:30 di Jakarta, terbawa saat berada di pagi di Tarusan, Painan. Sepi, itu yang melekat. Berada lebih ke barat, maka gerak matahari juga lebih lama terang di titik ini. Yang ga berubah, hanya jam biologis.
Ok, setelah lelap tidur semalam, pagi, sesuai janji, gue sudah dijemput untuk keliling Painan seri ke-2, Tempat pelelangan ikan, dan batu kalang.
Di daerah nelayan kebanyakan, aktivitas warga di tempat pelelangan ikan ini pun biasa saja. Tapi, karena haus dengan suasana baru, apapun gue lahap. Dan, memang, lagi-lagi bisa menikmati suasananya. Seru.
Tidak lama kemudian, pindah ke lokasi lain, batu kalang.
Monday, January 7, 2013
Ke Jembatan Akar di Painan
08:15 pesawat pun akhirnya landing di Bandara Internasional Minangkabau,
30 menit lebih lama dari jadwal semestinya. Cuaca buruk sempat membuat
pesawat memutar hingga 2 kali, sebelum akhirnya mendarat.
Awan tebal memang menutup Padang pagi itu, nyaris, landasan pacu, n bahkan rumah-rumah penduduk tidak terlihat. Ngeri juga sebenarnya, plus, BIM dikelilingi bukit, perlu cermat dan cari cela untuk bisa menembusnya. Apalagi, turbulence juga sering menggelitik badan pesawat. Guncangan sering terjadi.
Suasana kian menyeramkan, saat salah satu penumpang anak, sejak take off hingga landing, berteriak histeris minta turun. Berkali-kali. Gagal sudah rencana untuk menggenapi waktu tidur yg terpotong. Padahal terbang 1 jam 25 menit cukuplah untuk tidur. Tapi, nyatanya, teriakan itu bikin perjalanan tidak nyaman.
Keluar dari bandara, mulai deh, calo calo travel datang mengerubuti menawarkan jasa. Masalah pertama, gue Blind Traveler. Masalah kedua, gue ga ngerti bahasa warga lokal. Jadinya, gue pasang muka antara muka galak n tegas. *gubrak, ga penting bayangin muka gue saat itu. Penting untuk orang tahu, kalo kita punya pertahanan diri, meski hanya lewat mimik muka.
Awan tebal memang menutup Padang pagi itu, nyaris, landasan pacu, n bahkan rumah-rumah penduduk tidak terlihat. Ngeri juga sebenarnya, plus, BIM dikelilingi bukit, perlu cermat dan cari cela untuk bisa menembusnya. Apalagi, turbulence juga sering menggelitik badan pesawat. Guncangan sering terjadi.
Suasana kian menyeramkan, saat salah satu penumpang anak, sejak take off hingga landing, berteriak histeris minta turun. Berkali-kali. Gagal sudah rencana untuk menggenapi waktu tidur yg terpotong. Padahal terbang 1 jam 25 menit cukuplah untuk tidur. Tapi, nyatanya, teriakan itu bikin perjalanan tidak nyaman.
Keluar dari bandara, mulai deh, calo calo travel datang mengerubuti menawarkan jasa. Masalah pertama, gue Blind Traveler. Masalah kedua, gue ga ngerti bahasa warga lokal. Jadinya, gue pasang muka antara muka galak n tegas. *gubrak, ga penting bayangin muka gue saat itu. Penting untuk orang tahu, kalo kita punya pertahanan diri, meski hanya lewat mimik muka.
Subscribe to:
Posts (Atom)