Lepas makan pagi, aku segera melakukan persiapan terakhir berkemas.
Tidak ada bawaan berarti, kecuali pakaian kotor, dan segudang kenangan
tentang Painan di hati dan pikiran, serta barang bukti di kamera
digital.
10:30 Uda Inang, menghentikan mobil travel menuju Padang.
Hanya aku penumpangnya. Berbeda dengan kali pertama menumpang mobil
travel saat di bandara, kali ini aku jauh lebih rileks. Sesekali
memejamkan mata, namun, lagi-lagi pemandangan Painan - Padang memaksaku
untuk terus terjaga. Hanya aku dan 2 penumpang lainnya saat itu. Laju
mobil juga tidak terlalu kencang. Jadi, aku benar-benar menikmati
perjalanan. Padahal, aku tidak tahu titik balik ke Padang.Beberapa
titik ku lupa. Hanya pada saat aku lihat papan penunjuk arah jalan
padang painan, baru lah aku paham, jalur yang ku lalui kemarin.
Satu
hal yang selalu aku tanyakan ke setiap orang, dan memang menjadi
kebiasaanku adalah menanyakan waktu tempuh, dan bukan jarak tempuh.
Kalau aku sudah mengetahuinya, berarti aku dah siap dengan alokasi waktu
tidur.
Saat mobil turun bukit, dan kembali menyisir pesisir, aku
hanya diam, tersenyum dalam hati. Tuhan, indah benar. 1,45 menit, aku
tiba di Padang. Lagi-lagi, tanpa alamat jelas. Yang aku tahu nama jalan,
di mana aku, pada hari pertama diturunkan dari bus damri, jalan imam
bonjol. Yup, aku janji bertemu, sesepuh temanku di titik itu, jam 13:00.
Membunuh
waktu, aku rebahkan tubuh di atas rumput lapangan kodam. Mungkin karena
aku pakai baju merah, plus tas ransel, kontan aku jadi pusat perhatian.
Ga nyaman sih, tapi, sudahlah, aku capek, dan butuh istirahat. Ransel
ku jadikan bantal. Sambil dengerin musik, aku coba untuk tidur.
Setelah
menunggu sekian lama, aku pun mengucap selamat datang pada kebosanan.
Ngga ada cara lain, selain perlu ngobrol. Thanx for calling #nomention.
Berlibur
mestinya memiliki jadwal yang bisa aturable, tapi tidak untukku. Tiga hari
cuti plus 2 hari libur reguler, dengan total 5 hari justru membuatku
perlu tegas mengalokasikan waktu. Hitung-hitungan jarak tempuh, waktu
plesir di satu kota, harus tegas. Tapi, nyatanya, hari kedua, jadwal
berantakan.
Jika tiba di Padang jam 1 siang, maka aku akan sempat
mengunjungi Pantai Air Manis, 15 menit perjalanan, dan segera ke Batu
Sangkar, dengan 2 jam perjalanan. Tapi, kenyataannya, aku menghabiskan
waktu akhirnya dengan makan sate Padang, dan keliling sekitar Imam
Bonjol, hingga berakhir di Masjid untuk Ashar. Baru kemudian jam 3,
sepupuh temanku datang. Marah? Ga perlu lah. Segera bersiasat dan
manuver. Tak ingin berlama-lama, aku pun menuju Pantai Air Manis.
Tawaran
naik turun bukit dengan jalan berliku bisa jadi satu karakteristik
Sumatra Barat. Setelah Painan, Pantai Air Manis pun seperti itu. Motor
yang kami kendarai juga tak kuat di jalan menanjak.
Menuju pantai
ini, telah banyak artikel yang merekomendasikan untuk dikunjungi. Ku
pikir bagus, nyatanya? Kalau ada pilihan lain segera, maka ku pilih
untuk menggunakan mesin waktu cabut dari lokasi ini. Kenapa? Baru masuk
kawasan, sudah ditagih uang masuk. So ke lah, gak masalah, tapi,
mintanya yang oke dong. Ngga mesti bergaya preman plus tanpa sobekan
tiket. Belum lagi, uang parkir. G, ga banget. Dan semakin lengkap dengan
kekecewaan, pantai yang super jorok. Ngga bersih! Oke, say sorry, kalo
Pantai Air Manis dihapus dari kunjungan. Situs Malin Kundangnya pun,
entah. Yang ada dipikiranku adalah segera pergi. KECEWA!!!
Next trip
makan gulai kakap di Bunguis. 15 menit perjalanan. Jam 4, ah meragu,
apakah sampai atau tidak. Menuju Bunguis, berarti, kembali menuju arah
Painan. Ku pikir, itu adalah nama tempat makan. Pfuih, jauh sekali.
Hanya ingin segera sampai. Karena tawaran berikutnya, aku akan diajak ke
Situs Syech Burhanuddin, di Padang Pariaman. Mulai deh, aku
hitung-hitungan waktu.
Dengan bonus ekstra monyet yang turun bukit
dan pemeriksaan polantas, tiba di rumah makan dekat pelabuhan, n gulai
kakap, habis. Huwaaaaaaaaaaa!!! *iris nadi
Intinya cuma bisa makan nasi padang. Jam 5, kami segera meluncur ke Padang Pariaman.
No comments:
Post a Comment