Lebih karena tidak ingin lupa, detail hal yang gue lakukan di hari ke
dua liburan ini, maka, malam ini kupaksakan untuk menulisnya.
Terbiasa
bangun jam 5:30 di Jakarta, terbawa saat berada di pagi di Tarusan,
Painan. Sepi, itu yang melekat. Berada lebih ke barat, maka gerak
matahari juga lebih lama terang di titik ini. Yang ga berubah, hanya jam
biologis.
Ok, setelah lelap tidur semalam, pagi, sesuai janji, gue
sudah dijemput untuk keliling Painan seri ke-2, Tempat pelelangan ikan,
dan batu kalang.
Di
daerah nelayan kebanyakan, aktivitas warga di tempat pelelangan ikan
ini pun biasa saja. Tapi, karena haus dengan suasana baru, apapun gue
lahap. Dan, memang, lagi-lagi bisa menikmati suasananya. Seru.
Tidak
lama kemudian, pindah ke lokasi lain, batu kalang.
Situs wisata alam
ini letaknya tidak jauh dari pelelangan ikan. Cukup menyusuri tepian
pantai, dan melalui jalan pintas desa nelayan, maka tibalah.
Painan,
atau kota kecamatan Tarusan, sepertinya memang memiliki garis pantai
yang teramat panjang. Selain memang lokasinya di pesisir selatan, kota
ini juga kaya dengan keindahan alam lainnya.Dan batu-batu besar yang
berserakan di tepian pantai, adalah paduan bukit dan pantai. Yup,
batu-batu berukuran besar hingga yang kecil, dulunya karena longsoran
dari bukit. Sebaran batunya panjang, menutup garis pantai. Dan di sisi
lainnya, kehidupan nelayan juga bisa menjadi bonus wisata.
Tapi,
sayang entrupsi air laut sudah sangat parah. Ini bisa dilihat dari
tumbangnya sejumlah pohon kelapa, dan naiknya garis pantai. Di beberapa
titik, dekat pemukiman warga nelayan, misalnya, sudah ada beton penahan
entrupsi. Makin lama memang semakin tergerus.
Satu hal lagi yang bisa
gue bagi adalah, sepertinya warga lokal sini, punya tradisi untuk
memakamkan keluarganya di lereng bukit. Tidak hanya di sini saja. Saat
menuju Painan dari Padang pun ada beberapa lokasi pemakaman yang berada
di lereng bukit.
Dua lokasi rasanya memang kurang, apalagai ada
tawaran untuk melihat situs lainnya. Tapi, karena keterbatasan waktu,
gue pun harus segera menyudahi keberadaan gue di Tarusan. Sesi terakhir,
pantai di depan desa.
Gue baru sekali ini melihat pulangnya para
nelayan dari melaut. G, kagum cara mereka, para nelayan, menafkahi diri.
Yang gue lihat sih, mereka tidak begitu gembira pagi itu, lantaran
hasil tangkapannya tidak begitu banyak. Padahal sudah semalaman mereka
berada di laut.
Pantai di titik ini, ternyata juga mengalami
pergeseran yang besar. 15 tahun lalu, garis pantai jauh ke tengah, dan
bisa dijadikan lapangan bola. Pulau kecil terdekatnya pun, tidak tampak
garis putih pantai. Namun, kini, semua berubah.
Satu hal yang gue ga
sukai, perpisahan. Tapi, harus tebal hati. Ada makna lain dari sebuah
perjalanan. Kehangatan warga lokal yang menjadi bonus liburan ini. Ayam
goreng balado, menggenapi gue di Tarusan, sebelum menuju Padang.
No comments:
Post a Comment