Sisa waktuku di Singapura, kini ditemani Asril, seorang graphic designer
dan juga photographer profesional. Dan aku yang biasanya
menyembunyikan kehidupan profesionalku saat ditanya orang asing, justru
saat itu aku begitu terbuka kepada Asril, kalau aku seorang TV journalist. Padahal, biasanya aku selalu menjawab bekerja di perusahaan asuransi. Upz
Sesuai
kesepakatan bersama, aku pun mengiyakan ajakan Asril ke Changi untuk
mengambil mobilnya dan bersama kemudian menyebrangi perbatasan.
Alhamdulillah,
itu yang aku ucap dalam hati saat bertemu dan berkenalan dengannya.
Tanpa keraguan sedikitpun aku menerima kebaikannya. Aku pun yang sejak
beberapa jam tiba, selalu memasang muka kecut dan senyum seadanya, kini
ada ketenangan. Yup, aku ada teman bicara, setidaknya untuk beberapa
jam ke depan.
Tapi, kesenangan itu tidak berlangsung lama. Aku
dihentikan oleh petugas jaga yang memintaku untuk membongkar isi tas
ku. Aku yang awalnya merasa keberatan, terpaksa membuka tas ransel.
Padahal semua itu sudah tersusun rapih, dan aku malas untuk
merapihkannya. Dan permintaan petugas jaga itu sungguh berlebihan,
bagian dalam tas ku juga dimintanya untuk dibuka. Aku pasang muka
kesal. Namun, saat itu Asril menenangkan ku. Ia sendiri, bertanya,
kenapa tas miliknya tidak dibuka. Petugas jaga itu bilang, cukup aku
saja. Kupret!
Aku yang kemudian merasa seperti
penjahat. Merasa dianggap bersalah. Perlakuan ini sungguh
diskriminatif. Ini beneran nggak bikin aku nyaman seketika. Bagaimana
jika kemudian dia iseng meletakkan sesuatu di tasku, dan menganggap ini
adalah kasus? Dan bagaimana jika kemudian aku digiring ke kantor polisi
atas tuduhan rekayasa? Oke, semua itu terlintas di benakku. Teroris?
WTF!!!
Jika saat itu aku sendiri, mungkin aku sudah keluar keringat
dingin. Iya, aku tahu, aku tidak perlu khawatir jika tidak melakukan
kesalahan apa-apa. Tapi, yah, tetap saja. Belakangan aku menyadari dan
teringat, sepanjang perjalanan ku dengan MRT, selalu ada peringatan dari
pengeras suara yang mengatakan, 'jika menemukan benda mencurigakan, segera lah melapor'. So aku dan tasku adalah benda mencurigakan? Kupret!!!
"Semua sudah selesai, Anda bisa bisa menutup tas Anda," ucapnya datar
"Oke, terima kasih, telah merepotkan saya, karena harus merapihkan tas kembali", jawab ku ketus.
Asril di samping ku, menepuk bahuku, isyarat agar tidak emosional.
Usai insiden itu, kami lanjutkan perjalanan kami.
Menuju
Changi, kami, layaknya teman lama, perbincangan begitu cair. Ngobrolin
hobi, pekerjaan, dan cerita perjalanan. Ini sungguh menyenangkan.
Tidak henti-hentinya kami ngobrol sepanjang perjalanan.
"Usia saya 35 tahun, telah menikah dan punya 2 orang anak", ucapnya saat kami berada di stasiun tanah merah, karena harus ganti kereta ke Changi. "What? Kamu nggak bohong, kan? Kamu tampak lebih muda dari usia mu."
"Yes, I'm 35 years old, Adhie", ucapnya meyakinkanku.
Aku coba memandanginya lekat, dari ujung rambut sampai kaki.
Aku tak bisa konfirmasi apa lagi. Ngga sopan pula jika kemudian aku tanya ini itu.
"Kenapa? Masih kaget?", tanya Asril lagi, ketika suasana menjadi senyap.
"Nop", jawabku tanpa berpikir panjang.
Kereta
kemudian tiba, perjalanan pun kami lanjutkan. 10 menit kemudian kami
tiba di Changi. Setelah itu menuju parkiran. Di parkiran, kami membakar
kalori selama 30 menit, karena ia lupa meletakan mobilnya. Pun,
setelah mobilnya ditemukan, ia harus parkir mobil lagi, karena card
parkingnya tak cukup. Ia harus top up, atau dikenal dengan isi ulang.
Dan kemudian, perjalanan kami lanjutkan kembali.
Kami
banyak bicara tentang keluarga, musik di Malaysia, dan juga
cerita-cerita lainnya. Termasuk rencana perjalanan esok hari ke Melaka.
"Kenapa kamu tidak ikut saya saja ke Melaka?" Tanyaku spontan.
"Mmmm...kenapa tidak, besok saya tidak punya rencana apa pun",
"Bagus, jadi ada orang yang akan foto saya". Kami pun tertawa bersama.
"Saya
hantar kamu ke hotel. Kamu bersih-bersih. Nanti jam 7 malam, saya
jemput kamu. Saya ajak kamu makan malam bersama keluarga saya", ucapnya.
Aku yang sedari tadi menikmati lengangnya lalu lintas Singapura, kaget dengan tawarannya itu.
"What? Kamu yakin ajak saya makan malam? Are you seriuse?", tanyaku memastikan.
"Ya, pastilah yakin. Ini saya coba sms keluarga saya, agar disiapkan makan malam. Kami biasa makan malam jam 8".
Aku masih belum percaya dengan apa yang aku dengar. "Oke, jawab sejujurnya pertanyaan saya. Kenapa kamu ajak saya ikut mobil kamu?", tanyaku sambil menggeser posisi dudukku menghadapnya.
"Kenapa
nggak. Bukan karena saya searah pulang, dan bukan karena hotel tempat
kamu menginap dekat dengan rumah saya. Tapi, karena saya ingin saja".
Aku diam. "Sepi, boleh dengar radio?", tanya ku memecah kesunyian. Asril kemudian menyalakan radio. Sementara perlahan hujan mulai turun. Sempurna. Hujan. "Motor-motor
itu adalah milik warga Malaysia. Mereka pulang pergi bekerja di
Singapura. Kamu bisa lihat platnya. Kebanyakan dari mereka bekerja
sebagai buruh di pabrik."
"Dan mereka harus tiap hari lewati perbatasan?"
"Yes,"
"Berapa lama lagi kita tiba di perbatasan?" Tanyaku kemudian.
"Beberapa menit lagi," jawabnya
Hujan kian deras di luar. Pengendara motor banyak yang menepi untuk memakai jas hujan. Sementara langit beranjak gelap.
18:15 kami tiba di perbatasan. Tampak antrian motor mengular di tengah lebatnya hujan. Sementara antrian mobil tampak sepi. "Kalau
akhir pekan, bisa 1 jam mengurus imigrasi. Dan kalau kamu naik bus,
coba lihat di sisi kanan kamu. Mereka yang naik bus, harus turun dengan
membawa
tas mereka. Bus akan menunggu di luar perbatasan. Jika mereka lama
proses imigrasinya, maka bus akan meninggalkan mereka. Dan mereka akan
melanjutkan perjalanan dengan bus selanjutnya." Jelasnya. "Tapi, saya justru ingin lakukan itu. Itu pengalaman untuk saya,"
"Baiklah,
jika kamu ke Singapura suatu hari nanti, kamu telpon saya. Saya akan
jemput kamu. Tapi, saya tidak akan bawa mobil. Saya naik bus. Dan kita
bersama-sama lakukan seperti yang mereka lakukan saat ini", ucapnya.
"Setuju!"
Yah, terus terang, bertemu dengan Asril, semuanya jadi mudah untukku. Terutama saat proses imigrasi.
Perjalanan
di hari pertama ini punya cerita tersendiri. Bertemu orang asing yang
menawarkan begitu banyak kebaikan untuk aku yang baru dikenalnya. Dia
keajaiban dalam perjalanan ini.
No comments:
Post a Comment