05:30 ku bangun lebih awal.
Sholat Subuh, kemudian persiapan terakhir untuk menempuh perjalanan ke
kota berikutnya, Melaka. Saat matahari sudah menampakkan wujud dan hawa
panasnya, aku turun dari lantai 4, menuju lobi, untuk kemudian keliling
sekitar hotel.
Tapi, tujuan utamaku adalah mencari sarapan.
Well,
ga ada yang banyak bisa dicari di sekililing hotel ini. Tidak bisa
direkomendasikan, hanya ingin segera pergi. Meski kemudian aku tertahan
di depan Seven Eleven, sekedar basa basi beli juz yang sebenarnya aku
tidak perlu banget.
Menghangatkan badan? Nop, sungguh gila. Danga Bay, cukup untuk wisata malam berjalan kaki bersama Asril, dan itu tidak akan aku lakukan untuk hari berikutnya. Eksplor kota ini lain waktu, dan itu pasti. Tapi, kini, semua di sekelilingku, hanya
pekerjaan proyek yang digarap pemerintah lokal. Sepi, teramat sepi. Aku
hanya berani berjalan di dalam area tembok. Bergeser sedikit. No way.
Mungkin perlu waktu lebih lama untuk membiasakan diri dengan kota ini.
Sesuai
janjinya, Asril jemput aku di hotel untuk mengantar ke terminal Johar
Bahru, Terminal Larkin. Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Beda
dengan saat kami menghabiskan waktu di sekitar kota tua Johor Bahru semalam.
Senyap. Aku juga nggak tahu harus ngomong apa.
Seketika emosi menjadi mellow. Gimana nggak? aku yang kemudian menjadi
terbiasa dengan kehadirannya, mendadak harus berpisah. Aku bilang sama
Asril, kalau aku nggak suka perpisahan. Dia mengerti. Tapi, dia juga
nggak bisa berbuat banyak lagi, karena memang sudah saatnya pisah.
Ah
sudahlah, tak perlu pula tangis ku pecah saat itu. Tarik nafas dalam. N
cuma bersyukur kalau aku sudah dipertemukan dengan orang baik di
perjalanan ini.
Aku tak sempat menikmati perjalanan menuju Larkin. Sisa perjalanan kemudian aku gunakan untuk ngobrol dengan Asril. Sisa selanjutnya?
Dalam
beberapa menit, kami akhirnya tiba di Larkin.
Suasana terminalnya
terkesan sepi. Mungkin masih pagi, jam 9:20 saat itu. Kalau bisa aku
gambarkan suasana terminal, tidak berbeda jauh dengan suasana di
terminal Lebak Bulus. That's it.
Asril
kemudian bergegas ke dalam terminal. Beberapa orang yang ku duga adalah
calo tiket mendekatinya. Tidak jauh beda di Jakarta, runtukku dalam hati. Aku hanya membututi Asril dari belakang. Dia
yang punya wilayah, jadinya aku diam saja. Aman lah yah ehehehe.
Beberapa armada bus, tujuan Melaka, ternyata sudah jalan beberapa jam yang
lalu. Dan yang tersisa hanyalah bus Delima. Asril menawariku, apakah
mau ambil bus ini atau tidak. Aku mengiyakannya. Selain karena, harus
menunggu lebih lama lagi untuk bus selanjutnya, aku juga nggak mau
upacara perpisahan menjadi lebih lama. Cukup.
"Oke, aku ambil yang ini saja", jawabku.
"Tapi dengan begitu, kita tidak bisa sarapan bareng", ucapnya pelan.
"So key, aku harus berhitung waktu. Selalu akan ada kesempatan. Lain waktu, bilamana kamu ke Jakarta, atau aku kembali ke BJ".
This is it.
Aku
nggak tahu tujuan Tuhan mempertemukan kami, termasuk keluarganya. Tapi,
aku mensyukurinya. Kami bertemu di saat aku drop secara fisik dan
emosi. Drop karena mengalami kehidupan yang jumping. Dan kemudian
terhibur dengan obrolan, canda, dan kehangatan keluarga. Dan saat emosi
dan mentalku terbangun kembali, Tuhan kemudian melepasku, membantingku
keras, aku drop lagi. Tak ada bekal lagi batin untuk melanjutkan ke kota
selanjutnya.
Aku masuk bus. Asril
berlalu. Sempat kami menoleh dan melambaikan tangan, untuk kemudian, aku
tertunduk di kursi. Bye, my random friend.
2 jam perjalanan selanjutnya, tidak ada yang bisa kulakukan, selain dengerin Josh
Groban. Mmmm siap-siap iris nadi. Nggak tahu apa yang
terjadi
berikutnya di Melaka, selain berusaha membangkitkan diri lagi. Cuma itu
saja, kan? Lagipula kalau aku harus terus sedih, siapa yang peduli?
Kuasain diri, dan karena ini memang resiko dari perjalanan
#Solotraveller. Syukur kalau menemukan keajaiban. Kalau tidak ada
keajaiban, siasati semuanya dengan kamuflase. Pergi keluar saat diri
sedih, karena kota di manapun kamu berada, pasti akan menghibur dengan
caranya sendiri.
Tapi, sayangnya,
itu tidak aku dapatkan saat aku tiba di Melaka. Bengong seratus persen.
Hahahahahah sumpah, seketika aku bertanya dalam diri sendiri, "apa
sebenarnya yang aku cari sih". Ini perjalanan
gila. Sungguh gila.
Apa yang aku riset tentang perjalanan, kota, transport, semuanya buntu. Print kertas berisi info, rasanya menjadi putih tanpa ada isi. Blank!!! Panik??? ya iyalah
Aku
berada di Terminal Melaka Sentral. Berdasar pada apa yang aku riset,
untuk menuju ke kota tua aku bisa menumpang, bus Panorama Melaka.
Beberapa warga yang aku temui di terminal mengatakan, ada beberapa bus
juga yang bisa mengantar ke sana, tapi aku nggak mau akhirnya kehilangan
petunjuk. Ngotot, harus naik bus itu. Aku, untuk saat ini, tidak ingin berimprovisasi. Nggak mau dulu ambil resiko, karena ku tak siapkan plan b.
Hei, terminal ini
begitu tertib. Para calon penumpang, menunggu bus yang diinginkannya di
dalam ruang kaca. Begitu bus datang, mereka kemudian keluar. Tugas
berikutnya, kondektur yang berteriak-teriak mencari penumpang.
Setelah
menunggu 30 menit, tidak menunggu penuh, bus pun berangkat. Dan perlu
waktu 30 menit untuk tiba di sisi kota tua Melaka. Ini pekerjaan rumah
berikutnya. Aku turun tepat di depan Christ Church. Dan, mencari
penginapan yang telah ku booking. Dimana itu???
No comments:
Post a Comment