Saturday, January 19, 2013

Berteriak Puas di Lembah Harau

Feel so Free
Teriak!!!
Yup saat memasuki kawasan wisata alam ini, aku memang sungguh berterial lantang. Berteriak lepas di atas motor yang lajunya tak juga berkurang sejak masuk dari mulut jalan utama. Tetiba selanjutnya, darahku berdesir, mataku terbelalak. Setengah tak percaya dengan penglihatanku saat ini. Indah, dan beneran Maha Suci karya-Nya. Keren, loh, ini, Tuhan!
Imajinasikan kini!
Jalan yang ku lalui saat ini bersama Amfrezer adalah sebenar-benarnya lurus. Sementara, kanan kiri sudah terpampang tebing-tebing granit, berketinggian 80-an meter lebih. Nah, di sisi kirinya sudah terlihat pula air terjun super deras. Tidak hanya satu tapi dua, bahkan tiga air terjun. Keren, Tuhan.
Di Lembah Harau terbagi dua daerah wisata. Yang aku lihat barusan itu adalah kawasan Sarasah Bunta, lantaran penampungan air terjunnya masih alami, sehingga bermain di air terjunnya terkesan lebih alami. Dan, di Sarasah Bunta ini memiliki lima air terjun.
Tapi, karena terdesak waktu, aku hanya melihat di kawasan wisata satunya lagi. Yaitu, Aka Barayun, dari bahasa lokal yang berarti akar berayun. Air terjun Sarasa Bunta mengalir dari tebing berketinggian kurang lebih 100 meter. Banyak pengunjung yang berenang di kolam air terjun yang terletak di pinggir jalan ini.
Aku sapu pandanganku kemudian ke sisi kananku. Dan itu nggak kalah kerennya. Jadi, berada di Lembah Harau memang membuatku tetiba keren aja.
Amfrezer kemudian mengajakku berbelok ke kanan, dan kembali menyusuri jalan kampung. Tak berapa lama kami berhenti di tepian jalan, dimana banyak anak-anak yang sedang punya aktivitas keren, panjat tebing.
Dengan potensi alam yang begini keren, tak ayal kawasan ini menjadi tempat latihan panjat tebing alami. Tidak hanya  bagi anak-anak warga lokal, tapi juga bagi turis mancanegara. Ratusan titik panjat tebing dengan variasi tingkat kesulitan dari level pemula hingga profesional ada di sini. Banyak pemanjat yang kemudian memberi julukan tempat ini sebagai Yosimite-nya Indonesia. Disebut demikian, karena keindahannya menyerupai sebuah taman nasional di Amerika Serikat yang terkenal dengan tebing menjulang tinggi.
Tak banyak yang aku lakukan ketika asik melihat anak-anak lokal mencoba memanjat dengan seutas tali, pada tebing berkemiringan 90 derajat itu, selain diam. Sementara, sepasang telingaku menyimak percakapan pemanjat tebing dari luar negeri. Klik, ku yakin kami segera akrab. Mereka dari Perancis, dan memang sengaja datang ke Lembah Harau untuk mencicipin petualangan alam ini.
Usai mengakrabi diri dengan mereka, aku merapat ke anak-anak lokal. Ku kenal namanya Fauzan, siswa SMP kelas dua. Dengan meminjam motor temannya, ia sukarela mengajakku melihat spot lainnya di Lembah Harau. Ia - sekali lagi - dengan sukarela menemaniku.
Fauzan bilang, aku harus ke Panorama, dimana, dari titik ini, aku bisa menyapu pandanganku ke sebagian besar Lembah Harau. Baik. Aku tertarik. "Tapi, Abang harus naik tangga!", ucapnya, yang aku jawab dengan anggukan sambil menghela nafas.
Dari lokasi perhentian pertama dengan Amfrezer, cukup jauh juga Fauzan mengajakku ke arah Panorama. Tapi, ini pun tak berarti aku membuang waktu percuma. Kami langsung akrab. Fauzan berseloroh dengan bangganya menceritakan kehebatan tempat tinggalnya ini. Yup, Fauzan warga lokal di Lembah Harau. Dan kalau saat masuk kawasan ini, aku melihat air terjun Sarasa Bunta, menuju Panorama, aku disuguhkan dengan air terjun Aka Barayun. Untuk air terjun di Aka Barayun sudah berupa kolam, sehingga berenang jadi lebih enak. Tapi, aku tidak berminat berenang, meski Fauzan menyarankanku. Aku pilih langsung menapaki anak tangga yang ada di sisi air terjun. Berdua dengan Fauzan aku kemudian menikmati Panorama ini. Dari Fauzan pula lah, aku mendapat banyak cerita, termasuk asal usul terbentuknya Lembah Harau.
Konon, Lembah Harau dari legenda yang tersebar di masyarakat disebutkan bahwa Lembah Harau dulunya adalah laut. Dan uniknya tim geologi asal Jerman di tahun 1980, menemukan fakta bahwa bebatuan di dasar Lembah Harau adalah bebatuan yang juga ditemukan di dasar lautan, yaitu, batuan breksi dan konglomerat.
Layaknya percakapan adik dan abang, aku katakan, kalau dia harus belajar banyak tentang tempat tinggalnya ini. Pesanku, "Jangan sampai orang di luar kampung kamu, tahu lebih banyak tentang Lembah Harau daripada kamu yang punya kampung ini sendiri", Fauzan mengangguk.
Waktu terus berjalan, dan ku pikir perjalanan singkat ku dengan Fauzan selesai, nyatanya tidak! Fauzan mengajakku melihat fenomena alam lainnya di Lembah Harau, yaitu, lembah echo atau lembah gema. 
Di lembah ini terdapat sebuah titik di mana, jika kita berteriak dari sana, maka akan menghasilkan gema sempuran sebanyak 7 kali.
Lembah Harau adalah sebuah ngarai dekat kota Payakumbuh di Kabupaten Limapuluh Koto, Sumatera Barat. Lokas ini dapat dicapai dengan perjalanan menggunakan kendaraan selama dua jam dari kota Padang atau satu setengah jam dari Bukittinggi.
Jika berpetualang di kawasan ini dirasa tidak cukup dalam sehari, maka menginaplah. Tersedia  pondok kecil dan Rumah Gadang di dasar lembah untuk tempat menginap. Harga sewa kamar semalam bervariasi, mulai dari Rp 50.000,- hingga Rp 2 juta per malamnya. Bagi para peminat olah raga panjat tebing, disediakan pemandau yang akan membimbing untuk melakukan olah raga tersebut. Juga terdapat warung-warung kecil yang menjual makanan dan minuman. Harga tanda masuk relatif murah. Di loket penjualan karcis, akan mendapatkan peta kawasan cagar alam dan suaka margasatwa Lembah Harau.
Fauzan, terima kasih!

No comments:

Post a Comment