Karst Maros dari Sisi Luar. Photo: AD |
Hanya kami berdua, Aku dan Azlam dalam perjalanan kami selanjutnya. Ingat ucapan Daeng, untuk keluar dari Desa Berua hanya ada dua jalan, kembali menggunakan sampan, atau berjalan kaki hingga menemukan jalan beraspal. Jika kembali dengan sampan, maka aku jelas mendapatkan kenyamanan, karena hanya duduk dengan membayar sejumlah rupiah. Tapi, sampan yang membawa kami dari Desa ini ke dermaga pun harus menjadi pekerjaan rumah, lantaran harus memiliki nomer telepon genggam si pemilik sampan.
Namun, yang jelas aku tidak memilih jalan termudah dan ternyaman ini, aku memilih treking. Mulai dari keluar Desa Berua, sampai ke Kawasan Karst Maros. Melelahkan pastinya. Azlam mengatakan, jalur treknya cukup bersahabat, dan tidak ada resiko apapun, asal hati-hati.
Meski tidak cukup memberi bekal kepedean untuk menapaki jalur treking, setidaknya informasi dari Azlam cukuplah membuat aku bergeming sambil mengumpulkan serpihan semangat. Ngantuk, makan siang tadi terlalu lahap.
Setelah Sendal Gunung Putus |
Merabas Pepohonan |
Perjalanan memang belum cukup dekat ke titik tujuan kami. Masih perlu perjuangan untuk melompat dari sisi selokan ke sisi selokan lainnya, menyebrang dengan titian balok yang melintang. Dan kemudian mendapatkan pandangan seluas mata memandang. Aku rela menikmati perjalanan ini untuk tiga jam berikutnya, bisikku perlahan.
Jalur Treking |
Dari kejauhan aku sudah bisa melihat gugusan karst. Jadi ini? gumamku. Beberapa yang kulihat karst karst ini berada di tengah sawah, dekat dengan pemukiman warga, jauh dari 'induk'.
Selang selanjutnya, Azlam mengajakku masuk ke area ini.
Tanpa bayar retribusi, tanpa pemandu, tanpa pemetaan, kupastikan ini perjalanan yang beresiko.
Menembus Celah Batu |
"Saat ini musim hujan, jadi memang ada genangan", ucap Azlam dari arah belakangku.
Pikiranku jelas mendua saat ini, terus bertahan menyusuri "jalan" ini dengan kondisi basah, atau mundur mencari selamat. Apalagi setelah kecelakaan sendal putus.
Aku menimbang-nimbang untuk meluluskan misi ini. Ya, ada kebanggaan jika aku bisa sukses menjelajah Karst Maros ini. Pastinya aku akan punya banyak cerita dan cerita ini akan ku pamerkan sepanjang hidup. Akan kuceritakan betapa indahnya Karst Maros di halaman blog-ku. Ku benamkan foto-foto terindah dari misi ini.
"Sepertinya, kita hentikan perjalanan ini, Bro!" ucapku.
Bukit Karst Jalur Treking. Photo: AD |
"Yakin?", tanya Azlam meminta ketegasan aku.
Aku menjawabnya dengan hanya mengangguk.
Ketakutanku beralasan.
1. Kami hanya berdua dengan track di genangi air, yang - bahkan kedalamannya saja aku nggak tahu.
2. Jalan dengan genangan air seperti ini hanya melambatkan ruang gerak, dan berimbas pada pemborosan waktu.
Genangan Air di Karst Maros. Photo: AD |
4. Jujur, aku tipikal yang berlama-lama jika berada di tempat yang memang aku suka. Tapi, kawasan ini memiliki luas yang teramat, sementara aku belum jelas menentukan prioritas yang aku lihat.
5. Tidak ada pemandu yang berlisense.
6. Tidak ada pemetaan kawasan.
7. Tidak ada tingkatan jelajah. Maksudnya, mungkin akan lebih mudah jika kita dibatasi dengan kemampuan berpetualang- seperti track untuk pemula, immediate, atau advance. Nah, masing-masing rute track tersebut akan diberi arah penunjuk.
8. Yup, tidak ada papan petunjuk.
Karst Maros. Photo: AD |
Yang perlu ditegaskan adalah keputusan untuk mundur dari misi ini lebih karena faktor keamanan saja, sih, utamanya karena track yang digenangi air. Lain hal, kalau misalkan track dalam kondisi kering. Aku masih bisa menjelajah kawasan ini, meski dengan keterbatasan jelajah.
Karst Maros. Photo: AD |
Dan untuk sesaat ku menangkan akal sehat ku untuk urung menyelesaikan misi. Tetiba aku harus mengikhlaskan kekerasan hati untuk sekedar ego. Ya, yang ada dibenakku adalah aku bisa melihat lukisan tangan jaman purba, menjelajah goa, bersenang-senang dengan ragam flora dan keindahan batu hitam ini. Keselamatan lebih utama saat ini, tidak untuk dikatakan sebagai pengecut. Lebih karena akal sehat dan logika. Next, aku akan ke Karst Maros lagi.
No comments:
Post a Comment