Postingan account twitter @NGTraveler sejak hari ketiga di Sulawesi Selatan mengusik rasa keinginan tahuan ku tentang Karst Maros. Aku pun berpikir keras untuk memasukan destinasi tersebut di sela jadwal perjalananku kali ini.
Setelah menghitung-hitung waktu, maka aku putuskan untuk ke Karst Maros di hari senin, atau segera setelah pulangnya aku dari Toraja.
Membaca literatur tentang Karst Maros berarti nekat dan gila sejadi-jadinya kalau ke destinasi tersebut hanya seorang diri. Luasan destinasi, kondisi alam, sudah cukup waras buatku berpikir, kalau aku butuh travel mate.
Beruntungnya aku, tawaran untuk ditemani dan menemani datang dari @mksbackpacker. Mereka menyodorkan @diluar99 menjadi travel mate ku ke Karst Maros.
Pagi, Azlam sudah meluncur ke tempat singgah ku selama di Makassar, rumah seorang teman #Couchsurfing. Keduanya ternyata teman satu kampus, meski beda jurusan.
Dan saat aku berkumandang di twitter dengan menyebutkan tujuan liburanku hari ini, pun, seorang teman memberikan aku tautan tentang Karst Maros. Sebuah penelitian dari Guru Besar Kehutanan Universitas Hasanuddin Amran Achmad. Penelitiannya yang komprehensif terkait Karst Maros membuatku senyum sumringah. “Aku mendapat destinasi yang super keren. Karst Maros!!!! I’m coming!!!”
Ku akui, Maros menyimpan potensi wisata alam yang menakjubkan. Tak hanya air terjun Bantimurung dan habitat kupu – kupu langka, Maros juga punya gugusan gunung karst yang tak kalah menakjubkan dari
Menghindari panas yang menyengat, aku dan Azlam berangkat dengan bermotor dari Makassar jelang pukul 8 pagi, setelah sebelumnya sarapan Coto Makassar.
Karst Maros terletak di desa Salengrang, dusun Ramang – Ramang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dari kota Makassar, destinasi ini dapat dicapai dengan transportasi darat menuju jalan Poros antara Makassar – Toraja (Trans Sulawesi) dengan waktu tempuh kurang lebih 1,5 jam, atau 30 Km.
Nah, dari poros Makassar – Toraja ambil jalan menuju pabrik semen Bosowa, kemudian setelah kantor PLN ambil jalan kecil menuju Rammang - rammang.
Azlam memarkirkan motornya di depan warung kecil, dan kemudian meminta ijin untuk cari sewa sampan.
Sampan ini, nantinya akan kami gunakan untuk menuju Desa Berua, destinasi pertama sebelum menuju Karst Maros. Azlam mengatakan, ada dua cara menikmati destinasi wisata alam Karst Maros. Pertama, menempuhnya dengan naik sampan, kemudian rehat makan siang di Desa Berua. Dilanjutkan dengan trekking, hingga kemudian berada di kawasan Karst Maros. Atau cara yang kedua, yaitu menuju jalan setapak dari belakang kantor PLN menuju kawasan Karst Maros. Kemudian trekking dan masuk ke Desa Berua, baru kemudian naik sampan ke dermaga kecil.
Aku pilih yang pertama.
Karena saat itu bukan hari libur, jadi hanya ada kami berdua saja dengan bapak pemilik sampan. Harga sewa? Negotiable.
Sampan ini kemudian membawa kami menyusuri sungai Pate, dengan hamparan karst. Melewati hutan bakau yang berpadu dengan pohon palem dan pandan yang tumbuh liar.
Sementara dari kejauhan tampak, tebing-tebing tinggi dengan warna batuan dominan hitam membentuk gugusan pegunungan batu.
Sesekali kami berpapasan dengan sampan warga lokal. Ini menyenangkan.
Apalagi, aliran sungai tidak melulu lurus, melainkan berliku-liku, dengan arus air sungai yang tenang.
Pemilik sampan mengatakan, saat ini sedang musim kemarau. Meski ada cukup air untuk dilalui sampan, tapi ada saat-saat dimana sampan bermesin motor ini harus dibantu dengan dayung. Karena ada titik aliran sungai yang memiliki endapan lumpur yang tinggi.
Perjalanan dengan menggunakan perahu ini butuh waktu kurang lebih setengah jam.
Dan memasuki desa Berau..... aku hanya bisa diam, dan selanjutnya ucap terima kasih Azlam yang sudah meluangkan waktunya nemenin accidental friend ke situs yang segini keren dan bagus.
God, betah!!!!
No comments:
Post a Comment