Tuesday, December 4, 2012

Terbius Pesona Berua - Maros


Hening.
Tidak berlebihan rasanya jika berada di Desa Berua ini menjadi saat yang melankolis untuk aku. Hahahah traveller yang mellow. Ah, sudahlah, wajar lah kalau aku merasa seperti ini.
Hampir empat hari, tubuh ini berada di dalam mobil dengan rute ratusan kilometer dari Makassar ke Toraja via pesisir barat Sulawesi. Kemudian dua hari penuh berada di Rantepao – Toraja menelusuri jejak makam kuno dan tradisi warga lokal. Tersasar di Batutumonga hingga puncak gunung dan nekat kembali ke Makassar via Palopo. Rute Makassar – Palopo ini yang sukses membuatku jackpot, akibat lintasan yang berkelok-kelok.
Dan sekarang aku sudah berada di Desa Berua, dengan posisi yang sama persis dengan foto yang diposting @NGTraveler

Azlam membiarkanku asik sendiri dengan lingkungan yang baru ku temui, sementara dia menuju sebuah rumah panggung. Dan dari kejauhan si pemilik rumah sudah melambaikan tangannya ke arah Azlam. Mereka sudah akrab, pikirku.
Aku menyapu pandangan, dan yang ada dipandanganku hanya beberapa rumah panggung yang letaknya saling berjauhan. Kondisi pemukiman di Desa Berua dikelilingi bukit karst dengan balutan pohon-pohon yang menghijau. Senyap memang kesan yang didapat. Dan kehdupan di Desa ini begitu bersahaja. Tanpa aliran listrik. Satu-satunya sumber energi yang mereka miliki adalah solar sel (baca: energi matahari).
Daeng, begitu kami menyapa si pemilik rumah mengatakan, untuk kebutuhan sehari-hari warga terbiasa dengan mencukupi kebutuhan sendiri. Misalnya: menanam ikan, sayuran, dan padi. Sementara untuk kebutuhan lainnya, warga harus membelinya di luar pemukiman. Ini membuat mereka harus berjalan kaki dari pemukiman ini sejauh setengah jam perjalanan. Setahuku, kalau tidak terbiasa dengan trek yang warga lokal susuri, maka akan membutuhkan waktu satu jam perjalanan.
Jangan tanya kondisi jalannya seperti apa? Karena nantinya aku mengalaminya sendiri bersama Azlam. Ah, Azlam pasti telah terbiasa dengan rute trekking. Azlam dan beberapa teman kampusnya kerap berkunjung ke pemukiman warga Berua.
Daeng kemudian mengundang kami makan siang. Wew, antara mencoba bersikap santun dengan mengiyakan undangan makan siang, dan sungkan, karena aku tidak membawa sesuatu untuk mereka. Ah, tamu macam apa aku ini?
Bandeng air tawar goreng, udang air tawar goreng, sambal mangga dan tumis kangkung. Sedap!!! Daeng menemani kami makan siang, bersama anggota keluarga yang lain. Rasanya, liburan di hari ini seperti menemukan keluarga baru. Yang jelas, makan siangku lahap, dan nambah. Jleb
Sisa waktuku di Desa Berua ini, ku habiskan dengan foto-foto. Sementara dari kejauhan terdengar Azlam sedang bersama Daeng, membicarakan proyek kecil bersama teman-teman kampusnya.

Dan yang aku tahu, setelah lepas dahaga dan lapar, plus obrolan makan siang. Next adalah treking menuju Kawasan Karst Maros. 

No comments:

Post a Comment