Rasanya aneh sendiri saat aku tiba di Kete Kesu? Apa sebab? Yah, aku sendirian, lainnya berkelompok, atau setidaknya berdua. Teman baru yang ku kenal di Buntu Pune, mungkin masih asik di Panorama. Sementara Pak Ilham memilih untuk di mobil, istirahat. Thats okey. Mari cari cara senang sendiri di tengah kerumunan orang, di tengah pekatnya kesenyapan Kete Kesu, dan entahlah. Tetiba mellow.
Tripod seperti biasa aku panggul - yah, tripod ini memang satu-satunya teman setia di setiap perjalanan. Itu saja. Selain tentunya nyali dan modal kepedean berada di kampung orang. Ngeri? Ya pasti. Rasa itu memang kerap menghantuiku, kok. Tapi, selesai dengan mengucap, 'Ya, sudahlah!.
Tiket sudah ku beli, dan ku berangsur memasuki kawasan wisata Kete Kesu. Ada satu titik lokasi di kawasan ini yang menjadi 'wajib'nya foto. Harus foto di situ? We'll see, karena tetiba kian maju langkahku, kian terdengar pura komunikasi dari bahasa yang aku kenal. Ahaaaa, Perancis.
Tepat - kira kira lima meter di depan ku, ada rombongan turis asal Perancis. Ya, ada limabelas orang lah. Tapi, yang menarik bukan karena rombongan itu, melainkan mataku tertuju kepada local guide di antara mereka. Cukup menyenangkan mendengarnya. Toh, sekaligus aku mendapat info tentang Kete Kesu secara free. Apa sebab? Aku mendekat rombongan, pura-pura melihat lihat. Bolehlah, mataku berburu pemandangan Kete Kesu, tapi kupingku menyimak tiap kata yang diucap local guide itu. Rejeki.
Memang Kete Kesu adalah satu dari sekian banyak lokasi wisata di Toraja yang cukup menarik minat turis mancanegara ataupun lokal.
Sebagai tempat wisata, Kete Kesu cukup lengkap. Kete Kesu sendiri dalam bahasa lokal berarti pusat kegiatan. Jadi, pas lah, dengan nama itu dan dengan apa yang didapat di lokasi ini. Karena, di kawasan ini terdapat kehidupan warga tradisional Toraja. Dilengkapi dengan lumbung padi, arena upacara pemakaman, dan tempat pertemuan adat. Orang-orang sendiri menyebut Kete Kesu sebagai 'Traditional Village Megalith' atau Desa Era Megalitikum.
Kalau sudah berada di sini, susuri jalan setapa dari pintu masuk tadi, menuju area permakaman yang diperkirakan berusia sekitar 500 tahun. Kampung Kete Kesu sendiri diperkirakan telah berusia 400 tahun. Waktu yang tepat datang ke Kete Kesu memang di Novembe hingga akhir Desember, saat berlangsungnya Pesta Kematian, umum disebut dengan Pesta Adat Rambu Solo.
Mmmmm, masih ingat dengan Pak Budi, Local guide yang aku temui di Hotel Pison? Aku bertemu kembali dengannya di Kete Kesu. Tampaknya ia sedang istirahat, sementara tamunya sedang berbelanja suvenir. Ia bersama temannya sesama local guide. Iya, local guide yang tadi memandu rombongan turis Perancis.
Aku menghampiri Pak Budi, sekaligus mau kenalan dengan temannya. Obrolan awal yang cukup menyenangkan. Dan lebih menyenangkan lagi saat ku tahu Pak Budi bisa berbahasa Itali. Salut.
Salut dengan keduanya yang memiliki kemahiran mumpuni di industri wisata ini. Apalagi Toraja dikenal banyak turis mancanegara. Jadi, modal bahasa memang jadi faktor penting untuk bisa bertahan di industri ini. Inggris saja tidak cukup. Keduanya belakangan ku ketahui dapat pembekalan dari pemerintah lokal dan provinsi. Saat itu juga ada dari pihak kedutaan yang datang memberi pembekalan bahasa. Ini keren. Dan sekeran aku saat itu yang lagi lagi punya teman baru. Suka! Next
No comments:
Post a Comment