Akhir-akhir ini banyak sekali binatang yang terlantar karena ulah
manusia. sehingga memunculkan banyak juga program-program untuk
peneyelamatan mereka. misalnya #SaveOrangUtan, komodo, anjing-anjing
yang (konon) mengalami pembantaian dan terakhir adalah #AirUntukRusa
Sabtu pagi, garis waktu diriuhkan oleh tagar (tanda pagar) atau
hashtag #AirUntukRusa. karena penasaran, lalu aku seraching dan
menemukan akun @adhie_pamungkas. setelah menelusuri lebih lanjut, saya
baru memahami apa itu #AirUntukRusa.
Adhie pamungkas, salah satu orang yang peduli pada keberadaan rusa
yang kekeringan di taman monas, tergerak membantu meringankan
penderitaan rusa-rusa yang berada di habitat tanpa air dan rumput yang
memadai selama kurang lebih tiga bulan.
Berikut cerita lengkapnya.
Tuesday, November 15, 2011
Thursday, November 10, 2011
Merapi - Setahun Lalu
Lembar cuti telah di ACC manager sebulan lalu. Sementara, tiket pesawat
telah dibooking 3 bulan sebulannya. Ini beneran liburanyang amat
terencana. Kecuali hotel, persiapan lainnya telah disusun. Bahkan
itineraire, dan buku panduan liburan pun sudah siap. Yup, jelang ulang
tahunku, aku mau liburan ke Jogja.
Namun, rencana itu berangsut kian
suram. Status merapi tiap harinya kian ditingkatkan. Yang menjadi
kekhawatiran utamaku adalah jika keadaan tidak kunjung membaik, maka,
mau tidak mau penerbanganku dibatalkan. Memang ini kasus force major.
Semua biaya yang dikeluarkan akan diganti (baca: refund) oleh maskapai.
Tapi, itu tak begitu saja mudah untukku membatalkan perjalananku ke
Jogja. Alih-alih maksa berangkat, seminggu sebelum berangkat, aku antri tiket promo. Niatku, merubah jadwal cuti. Berangkat mundur, maka pulang pun mundur. Aku dapat tiket one-way 120K idr. Tapi, semua kemudian gugur. Penerbangan ke dan dari Jogja semua dibatalkan. Merapi tidak dapat dikendalikan. Debu dan pasir mengancam penerbangan.
Aku bersiasat, aku harus ke Jogja. Tapi untuk apa? Begitu teman-teman bertanya. Aku tahu, ini keputusan bodoh, jika aku tetap ke Jogja.
Rencana cuti, memang pada akhirnya, mau tidak mau diketahui kantor. Dan kantor pun kemudian fokus untuk mengirimkan team ke Merapi. Cuti!
Friday, September 30, 2011
Monday, September 26, 2011
Menyapa Kabut Pagi di Sapa
Masih gelap dan masih berkabut. Dinginnya kota ini sudah langsung memelukku, serasa mengucap selamat datang. Tapi, bukan dengan cara ini yang ku inginkan. Ku hanya ingin secangkir kopi, atau teh, atau susu hangat untuk mengusir dingin.
Dan bagai turis berbajet banyak, ada seorang dari Sinh Tourist dengan papan nama menunggu ku di depan stasiun. Padahal, vietnam dong tersisa beberapa lembar saja. Tak terbersit pun membeli oleh-oleh.
Bersama dengan lainnya, kami kemudian masuk ke dalam minivan, menuju Sapa. Iyah, benar sekali, perjalanan belum berakhir atau bisa
dikatakan, belum tiba. Karena masih satu jam perjalanan lagi untuk menuju Sapa. Iya, satu jam lagi, ini benar. Ini nggak bohong. Aku sebenar-benarnya jujur, plus aku sebenar-benarnya masih kantuk.
Tak perlu menunggu lama, minivan ini pun langsung sesak. Aku duduk di sisi kiri pintu. Aku melempar senyum ke siapapun yang berada di dalamnya. Iya, dijawab senyum lainnya. Tetiba hati ini nggak sepi. Arrrrrgh aku serasa ingin berteriak senang telah berada di utara Vietnam.
Sunday, September 25, 2011
Sapa: Pergi Mencari Senyap
Sungguh aku tidak tahu akan kemana lagi. Padahal sudah hampir dua minggu aku berada di Vietnam, dan rasanya aku masih tidak ingin segera pulang ke Indonesia. Bukan karena uang saku masih banyak tersisa, dan bukan pula aku telah nyaman berlibur di Vietnam. Tapi, karena aku masih memiliki tiga hari sebelum jadwal terbang kembali ke tanah air.
Aku kemudian ngobrol bareng resepsionis hotel, sekedar minta saran tujuan wisata ku selanjutnya. Ia kemudian menyarankan aku untuk sedikit ke arah utara Vietnam, tepatnya ke Lao Cao. Lebih tepatnya ke Sapa. Sebuah kota kecil di utara Vietnam dimana bermukim suku pedalaman -Black H'Mong Tribe di desa Sin Chai.
Namun, perjalanan ke Sapa tidaklah sebentar. Sekira sembilan jam dengan kereta malam. Wew kereta malam, hal baru yang sebenarnya ragu untuk ku coba. Tapi, amat disayangkan kalau tiga hari ke depan aku hanya berada di Hanoi. Mmmmm, okelah.
Pada akhirnya aku membulatkan tekad untuk ke Sapa.
Aku kemudian ngobrol bareng resepsionis hotel, sekedar minta saran tujuan wisata ku selanjutnya. Ia kemudian menyarankan aku untuk sedikit ke arah utara Vietnam, tepatnya ke Lao Cao. Lebih tepatnya ke Sapa. Sebuah kota kecil di utara Vietnam dimana bermukim suku pedalaman -Black H'Mong Tribe di desa Sin Chai.
Namun, perjalanan ke Sapa tidaklah sebentar. Sekira sembilan jam dengan kereta malam. Wew kereta malam, hal baru yang sebenarnya ragu untuk ku coba. Tapi, amat disayangkan kalau tiga hari ke depan aku hanya berada di Hanoi. Mmmmm, okelah.
Pada akhirnya aku membulatkan tekad untuk ke Sapa.
Friday, September 23, 2011
Thursday, September 22, 2011
Wednesday, September 21, 2011
Separuh Hari Jelajah Saigon
Cukup aneh sebenarnya menurutku, tiga hari di Ho Chi Minh, tapi tidak pernah sempat merasakan suasana kota yang sesungguhnya. Sejak tiba sabtu malam, Tien langsung mengantarku ke travel dan booking perjalanan selama di kota ini. Dan di hari selanjutnya, aku sudah terjadwal untuk ikut tour ini dan itu. Pulang tour sore, justru aku lebih memilih untuk tinggal di penginapan, atau sekedar cari makan yang tidak jauh. Paling hanya sekitar jalan De Tham street atau perempatan jalan, menyusuri blok, ke perempatan jalan lagi.
Hingga berakhir di kedai kecil, biasa aku pesan macaroni dan nasi goreng plus ayam goreng. Nongkrong dengan waktu yang tidak terlampau lama. Bukan karena tidak nyaman, tapi, lebih karena cuaca di Ho Chi Minh saat aku berada di sana tidak bersahabat. Gerimis, yang kadang disertai dengan hujan deras. Kondisi hujan ini yang kemudian membatalkan perjalananku dengan Daisuke ke Pecinan usai dari Mekong.
Kedai ini rasanya yang paling pas dengan lidahku. Kecil banget tempatnya. Hanya ada 4 bangku pendek, dan meja yang selevel. Menu yang ditawarkan pun juga hanya macaroni dan nasi aja. Plus pemilik yang tidak bisa berbahasa inggris.
Kedai ini rasanya yang paling pas dengan lidahku. Kecil banget tempatnya. Hanya ada 4 bangku pendek, dan meja yang selevel. Menu yang ditawarkan pun juga hanya macaroni dan nasi aja. Plus pemilik yang tidak bisa berbahasa inggris.
Telusur Delta Sungai Mekong
Yeaaaaaa bangun kepagian lagi dan disambut dengan kegalauan. Terlalu banyak yang dipikirkan, apa yang bisa aku lakukan. Dan apa yang terjadi di hari ini? Tarik nafas panjang aja dulu. Sebelum akhirnya beranjak untuk sholat. Adem pikiran untuk kemudian lanjut untuk tidur, berusaha untuk tidur tepatnya. Dan bangun sebelum alarm membangunkan aku.
Okey, hari ini jadwal tour berikutnya adalah Mekong Delta Full Day Trip. Terdengar amat sangat menyenangkan? Yeaaaa
Seperti biasa, pagi di kantor TheSinhTourist sudah banyak peserta tour yang datang. Bus sendiri dijadwalkan berangkat jam setengah sembilan. Dan, aku kemudian bertemu dengan Stepensen. Turis asal Malaysia. Nggak tahu nih orang seru sendiri pas liat aku, mungkin senang aja kali yah, ketemu lagi di rombongan tour yang sama. Dia sendiri bersama 3 teman lannya.
Berusaha cari anggota group lainnya untuk diajak ngobrol, aku kemudian merapat ke seorang Jepang, yang kemudian ku ketahui bernama Daisuke, #solotraveller juga.
Okey, hari ini jadwal tour berikutnya adalah Mekong Delta Full Day Trip. Terdengar amat sangat menyenangkan? Yeaaaa
Seperti biasa, pagi di kantor TheSinhTourist sudah banyak peserta tour yang datang. Bus sendiri dijadwalkan berangkat jam setengah sembilan. Dan, aku kemudian bertemu dengan Stepensen. Turis asal Malaysia. Nggak tahu nih orang seru sendiri pas liat aku, mungkin senang aja kali yah, ketemu lagi di rombongan tour yang sama. Dia sendiri bersama 3 teman lannya.
Berusaha cari anggota group lainnya untuk diajak ngobrol, aku kemudian merapat ke seorang Jepang, yang kemudian ku ketahui bernama Daisuke, #solotraveller juga.
Tuesday, September 20, 2011
Separuh Hari di Cu Chi Tunnel
Lagi, bangun terlalu pagi, padahal semalamnya pun juga ngga tidur
lebih awal. Leyeh-leyeh di atas tempat tidur nggak jelas. Baru setengah
jam kemudian alarm berbunyi. *tepokjidat
Mungkin akunya yang terlalu antusias dengan perjalanan ini, jadinya pikiran terus menerawang, sementara daya tahan fisik dipaksakan. Ini nggak bagus. *pecut
Ya paling aku mengonsumsi vitamin, juz, dan minum banyak air. Kalau karbohidrat? Mmmmm berharap aku kurusan dalam 11 hari ini, karena fisik dipacu terus. Mahal ya, boooow mau kurus aja kudu jalan-jalan.
7:45 aku sudah berada di kantor TheSinhTourist di De Tham Street, dari tempatku menginap, hanya 5 menit berjalan kaki.
Mungkin akunya yang terlalu antusias dengan perjalanan ini, jadinya pikiran terus menerawang, sementara daya tahan fisik dipaksakan. Ini nggak bagus. *pecut
Ya paling aku mengonsumsi vitamin, juz, dan minum banyak air. Kalau karbohidrat? Mmmmm berharap aku kurusan dalam 11 hari ini, karena fisik dipacu terus. Mahal ya, boooow mau kurus aja kudu jalan-jalan.
7:45 aku sudah berada di kantor TheSinhTourist di De Tham Street, dari tempatku menginap, hanya 5 menit berjalan kaki.
Dua Minggu di Vietnam
17/09 Jam 4 pagi aku sudah beranjak bangun. Ini di luar kebiasaanku. Dan
ini sudah terjadi sejak 3 hari lalu. Tapi dini hari itu, rasanya lebih
parah. Aku sudah coba lagi pejamkan mata, tapi nggak berhasil. Aku
akui memang, aku mengalami yang namanya....nggak tahu deh istilah apa.
'Kata' itu pun baru aku temui beberapa jam kemudian, itu pun dalam
usaha untuk tidur yang kembali gagal.
Perjalanan #solotraveller ku kali ini memang teramat menguras pikiran. Galau? Yes tentu. Dan pada saat terbangun itu lah, sempat kepikiran untuk membatalkannya. Atau paling tidak memangkas waktu perjalanan, dari 11 hari menjadi 4 hari saja. Cukup di Saigon, tidak perlu lagi lanjutkan ke Hanoi.
Pikiran-pikiran itu yang terus menggangguku. Namun, sisi pikiranku lainnya berkata, perjalanan ini harus diteruskan. Jadilah perang bathin, dan sukses deh, aku tidak tidur. Semua pikiran-pikiran pesimis itu, pada akhirnya ku coba untuk menyiasatinya dengan pikiran positif. Cukup lama berpikir, bergulat dalam lamunan, dan pikiran yang tidak menentu. Disuruh untuk tidur lagi pun, aku sudah. Tapi, tidak berhasil untuk pejamkan mata. Dan selama 3 jam selanjutnya, aku hanya tetap berada di tempat tidur, tidak beranjak, dengan pikiran yang....
Homesick!
Perjalanan #solotraveller ku kali ini memang teramat menguras pikiran. Galau? Yes tentu. Dan pada saat terbangun itu lah, sempat kepikiran untuk membatalkannya. Atau paling tidak memangkas waktu perjalanan, dari 11 hari menjadi 4 hari saja. Cukup di Saigon, tidak perlu lagi lanjutkan ke Hanoi.
Pikiran-pikiran itu yang terus menggangguku. Namun, sisi pikiranku lainnya berkata, perjalanan ini harus diteruskan. Jadilah perang bathin, dan sukses deh, aku tidak tidur. Semua pikiran-pikiran pesimis itu, pada akhirnya ku coba untuk menyiasatinya dengan pikiran positif. Cukup lama berpikir, bergulat dalam lamunan, dan pikiran yang tidak menentu. Disuruh untuk tidur lagi pun, aku sudah. Tapi, tidak berhasil untuk pejamkan mata. Dan selama 3 jam selanjutnya, aku hanya tetap berada di tempat tidur, tidak beranjak, dengan pikiran yang....
Homesick!
Saturday, September 10, 2011
Karena tak Sepantasnya
jiwa ini tak tenang, saat diam mu mengusikku
dan jika kau butuh waktu
maka biar ku katakan, tak pantas ini kau lakukan
terlebih karena seharusnya kau sadari
kita juga ingin tak ingin tanpa jiwa
tapi, jika kau paksakan diam mu,
maka biar ku katakan, aku tak cukup pintar
pahami kebosanan yang mengharuskan kamu tak tenangi jiwaku
dan karena kelaku mu sungguh tak perlu
karena apapun kamu, namun ku maafkan mu
dan jika kau butuh waktu
maka biar ku katakan, tak pantas ini kau lakukan
terlebih karena seharusnya kau sadari
kita juga ingin tak ingin tanpa jiwa
tapi, jika kau paksakan diam mu,
maka biar ku katakan, aku tak cukup pintar
pahami kebosanan yang mengharuskan kamu tak tenangi jiwaku
dan karena kelaku mu sungguh tak perlu
karena apapun kamu, namun ku maafkan mu
Sunday, June 12, 2011
BKO Di Surabaya, Antara Bekerja dan Liburan
Senggang, Day Trip SHT |
Minggu 29 Mei 2011, pagi itu seperti biasa loper koran bawain tabloid plus beberapa koran yang memang khusus aku langganan pada terbitan akhir pekan saja. Lembar demi lembar aku buka edisi 29 Mei 2011. Mana ada artikel yang menarik, aku baca. Namun, saat itu aku bergegas langsung membaca halaman horoskop. Dan mataku kemudian menyudut pada rasi bintangku, Scorpio. "Selamat telah mendapatkan tiket murah untuk liburan sekolah". Begitu kira-kira isi ramalannya. Aku sendiri lupa kalimat persisnya seperti apa. Tapi, aku masih ingat, bagaimana reaksiku. Yup, tersenyum lebar. Aku kemudian nge-tweet apa yang ada di pikiranku, hingga kemudian berbalas dari teman kuliahku, yang mengatakan aku traveler sejati. Masa sih? Nggak lah, semua hanya kebetulan yang positif aja.
Namun, kebetulan berikutnya pun tanpa diduga, manager gathering menelponku. Memintaku untuk membantu proses siaran di biro Surabaya, dan segera harus berangkat pada hari Selasa.
Aku cuma bisa diam, sedikit bengong, separuh senang, dan selanjutnya tertawa lebar.
Tuesday, May 3, 2011
Itineraire 6D/5N Lintas Pesisir Melaka
Merlion Hotel, Singapore Bienalle |
CGK - Sing Morning flight
Half Day Tour in Singapura
Sore Crossing boarding to Malaysia via Johor Bahru
(*lucky me dapat tumpangan nyebrang ke perbatasan)
Stay @ Tune Hotel di Danga Bay - Johor Bahru
Tune Hotel Danga Bay - JB |
Hari Kedua
Pagi ke Melaka dengan bus dari Terminal Larkin Johor Bahru.
1st day di Melaka
Half Day Tour
Stay 2d/1n @ Backpacker's Freak Hostel
Monday, May 2, 2011
Travelmate di Penang
"Good morning. How are you" "Hi, I'm good, thank you for asking me". "So where do you go?" "Yeah, this is the bus to Bukit Bendera" "Correct" "How long it takes?" "About 45 minutes" "Oke, thank you."Yeaaaaah pagiku dimulai dengan senyum dari sopir perempuan Rapid Penang. It was gold, folks.
Ramah bener, dan itu jadi booster perasaanku seharian ini. Setelah kemarin....
Siapapun pasti akan senang dengan keramah tamahan, tak terkecuali jika keramahan itu diberi oleh seorang sopir sekalipun. G, kalian harus tahu bagaimana ekspresiku saat itu. Senyum, hanya sebuah senyuman, yang membuat satu hari itu menyenangkan. Good sign.
Ramah bener, dan itu jadi booster perasaanku seharian ini. Setelah kemarin....
Siapapun pasti akan senang dengan keramah tamahan, tak terkecuali jika keramahan itu diberi oleh seorang sopir sekalipun. G, kalian harus tahu bagaimana ekspresiku saat itu. Senyum, hanya sebuah senyuman, yang membuat satu hari itu menyenangkan. Good sign.
Sunday, May 1, 2011
RoallerCoaster Perasaan di Penang
TouchDown @ Penang International Airport. Masih dalam rehab. Berantakan.
Cuek. Rrrrrrrg bingung. Yang penting keluar aja dulu dari Bandara and
cari bus ke pusat kota.
Ada satu bus yang memang tersedia dari Bandara ke pusat kota, sebut saja Komtar, dan cuma ada satu trayek bus, dengan frekuensi kedatangan yang nggak perlu harus nunggu lama. Perjalanan dari Bandara ke Komtar, dengan Rapid Penang kurang lebih 30-an menit. Jangan anggap lama yah, coz, perjalanan ke pusat kota ini bisa dikatakan cukup menyenangkan, karena sekaligus bisa merasakan Penang lebih awal.
Turun di Komtar, selanjutnya? Kalau aku tidak segera menyiasati kelelahan dan perja
Lagi, untungnya aku segera menyiasati pikiran aku, agar aku juga tidak lelah hati. Makanya, meski kesasar, dan tanya sana sini, aku tetap menikmatinya, travel shot sambil foto-foto, karena belum tentu aku akan melewati jalan yang sama ke esokan harinya. Betul, kan?
Dan seperti menemukan harta karun, ketika Chilua Street ada di depan mataku.
Ada satu bus yang memang tersedia dari Bandara ke pusat kota, sebut saja Komtar, dan cuma ada satu trayek bus, dengan frekuensi kedatangan yang nggak perlu harus nunggu lama. Perjalanan dari Bandara ke Komtar, dengan Rapid Penang kurang lebih 30-an menit. Jangan anggap lama yah, coz, perjalanan ke pusat kota ini bisa dikatakan cukup menyenangkan, karena sekaligus bisa merasakan Penang lebih awal.
Turun di Komtar, selanjutnya? Kalau aku tidak segera menyiasati kelelahan dan perja
Lagi, untungnya aku segera menyiasati pikiran aku, agar aku juga tidak lelah hati. Makanya, meski kesasar, dan tanya sana sini, aku tetap menikmatinya, travel shot sambil foto-foto, karena belum tentu aku akan melewati jalan yang sama ke esokan harinya. Betul, kan?
Dan seperti menemukan harta karun, ketika Chilua Street ada di depan mataku.
Saturday, April 30, 2011
Status: Jumper Next --> Penang
Jam 7 pagi aku sudah siap dengan tas ransel. Menarik nafas panjang, dan 'oke, this is it, my next destination #Penang". Penang sebenarnya bukanlah tujuan akhirku. Karena menjawab tantangan seorang teman, kemudian memperhitungkan jarak yang ngga terlalu jauh dari #Melaka, aku kemudian mengiyakan. Mengiyakan dalam waktu kurang dari 2 minggu. Alhasil kasak-kusuk. Ubah rute, riset lagi, dan hunting tiket. *tepokjidat.
Namun, baiklah, sepertinya ke #Penang, akan melengkapi wisata kota tua ku di pesisir Melaka ini.
Karena sudah tak ada lagi yang aku lakukan di kamar, aku putuskan untuk ceck out.
Dan tidak perlu bangunin si penjaga hostel. Katanya, kalo mau ceck-out, kunci kamarnya cukup di lempar ke dalam saja. Baiklah. *pring
Gerimis, maaaaaak!
Friday, April 29, 2011
Jejak Kaki Kota Tua Melaka
Aiiiiiiiiiih masih gelap bener. Waktunya salah nih. Celingak celinguk,
sepi. Bengong di depan pintu. Beneran masih sepi. Swear, aku nggak
bohong. Dingin? Nggak sih, tapi laparnya pasti.
Widiiiiih McD 24 jam itu membuat pandangan nggak kemana-mana. Sumpah, aku suka banget dengan posisi hostel ini, strategis bener. Hidup seolah berada di tengah-tengah peradaban, yaitu peradaban kuno dan modern. Tapi, kaki lebih memilih melangkah ke Seven Eleven, 5 meter dari hostel. Roti dan air kemasan ukuran 1,5 liter. Hey, aku sudah mandi shubuh tadi.
Aku pun balik ke kamar, dan menyendiri. Menyusun rencana perjalanan berikutnya di kota ini.
Kalau kemarin, sisi kanan sungai Melaka, maka hari ini adalah sisi kirinya. Dimana banyak bangunan tua Islam. Yup, berdasar pengamatanku sih seperti itu. Dan sisi kiri sungai juga banyak tinggal penduduk lokal. Dan aku tahu, perjalanan hari ini beneran yang super lama, seharian penuh. Jonker Walk salah satu tujuan.
Kelar sarapan nasi goreng putih teri medan, plus ceplok telor, aku melengkapi sudut kota sisi kanan Melaka yg kemarin belum rampung. Berbekal peta dan info warga lokal, aku susuri tiap jalan, dan gedung tua. Pagi itu, depan Christ Church sudah banyak turis asing. Dan yang menjadi favorit mereka, tentu saja naik becak khas Melaka, dengan iringan lagu Wali. *kalem
Widiiiiih McD 24 jam itu membuat pandangan nggak kemana-mana. Sumpah, aku suka banget dengan posisi hostel ini, strategis bener. Hidup seolah berada di tengah-tengah peradaban, yaitu peradaban kuno dan modern. Tapi, kaki lebih memilih melangkah ke Seven Eleven, 5 meter dari hostel. Roti dan air kemasan ukuran 1,5 liter. Hey, aku sudah mandi shubuh tadi.
Aku pun balik ke kamar, dan menyendiri. Menyusun rencana perjalanan berikutnya di kota ini.
Kalau kemarin, sisi kanan sungai Melaka, maka hari ini adalah sisi kirinya. Dimana banyak bangunan tua Islam. Yup, berdasar pengamatanku sih seperti itu. Dan sisi kiri sungai juga banyak tinggal penduduk lokal. Dan aku tahu, perjalanan hari ini beneran yang super lama, seharian penuh. Jonker Walk salah satu tujuan.
Kelar sarapan nasi goreng putih teri medan, plus ceplok telor, aku melengkapi sudut kota sisi kanan Melaka yg kemarin belum rampung. Berbekal peta dan info warga lokal, aku susuri tiap jalan, dan gedung tua. Pagi itu, depan Christ Church sudah banyak turis asing. Dan yang menjadi favorit mereka, tentu saja naik becak khas Melaka, dengan iringan lagu Wali. *kalem
Tak Pernah Pegal Hati
Oke, aku sudah berada tepat di depan menara Tamin Sari. Sisi kiri
ku adalah ruko. Dan aku kembali bertanya-tanya, di manakah PM 2,
GuestHouse Crazy Backpacker? Jawaban mereka membuatku seperti
melakukan tawaf. Putar-putar dan kembali ke titik awal. Tersesat di
lokasi ruko. Oke!!! Sampai aku kemudian marah pada diri sendiri,
ngapain sih gw lakuin ini semua????
Cukup lama aku terduduk diam, tepat di anak tangga, sebelum akhirnya, seseorang memberi tahu lokasi guesthouse ku.
Guesthouse itu memang berada tepat di depan Taming Sari, menghadap bahkan. Dan Guesthouse itu di luar bayanganku. Ruko yang dimodifikasi menjadi tempat penginapan. Stres!!! Dan untuk ke dalamnya, harus menekan bel, karena pintu pagar itu selalu dalam kondisi terkunci.
Cukup lama aku terduduk diam, tepat di anak tangga, sebelum akhirnya, seseorang memberi tahu lokasi guesthouse ku.
Guesthouse itu memang berada tepat di depan Taming Sari, menghadap bahkan. Dan Guesthouse itu di luar bayanganku. Ruko yang dimodifikasi menjadi tempat penginapan. Stres!!! Dan untuk ke dalamnya, harus menekan bel, karena pintu pagar itu selalu dalam kondisi terkunci.
Di Kota Bata Merah, Melaka
Jam 13 aku tiba di Melaka setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2
jam setengah. Dari Larkin ke Melaka langsung bablas tol, keluar tol
kemudian 30 menit menuju terminal sentral, dan 30 menit ekstra
mencapai pusat kota Melaka.
Christ
Church, bangunan yang dulu hanya bisa aku lihat dari tayangan tivi,
namun sekarang bangunan berwarna merah itu, tepat berada di depanku.
Akhirnya. Alhamdulillah.
Pekerjaan selanjutnya adalah mencari alamat guesthouse Crazy Backpacker di jalan PM 2. Bingung. Meski aku sudah tanya belasan kali ke supir untuk minta diturunkan di lokasi terdekat, tetap saja...lost!
Pekerjaan selanjutnya adalah mencari alamat guesthouse Crazy Backpacker di jalan PM 2. Bingung. Meski aku sudah tanya belasan kali ke supir untuk minta diturunkan di lokasi terdekat, tetap saja...lost!
Thursday, April 28, 2011
Bye, Mate :)
05:30 ku bangun lebih awal.
Sholat Subuh, kemudian persiapan terakhir untuk menempuh perjalanan ke
kota berikutnya, Melaka. Saat matahari sudah menampakkan wujud dan hawa
panasnya, aku turun dari lantai 4, menuju lobi, untuk kemudian keliling
sekitar hotel.
Tapi, tujuan utamaku adalah mencari sarapan.
Well,
ga ada yang banyak bisa dicari di sekililing hotel ini. Tidak bisa
direkomendasikan, hanya ingin segera pergi. Meski kemudian aku tertahan
di depan Seven Eleven, sekedar basa basi beli juz yang sebenarnya aku
tidak perlu banget.
Menghangatkan badan? Nop, sungguh gila. Danga Bay, cukup untuk wisata malam berjalan kaki bersama Asril, dan itu tidak akan aku lakukan untuk hari berikutnya. Eksplor kota ini lain waktu, dan itu pasti. Tapi, kini, semua di sekelilingku, hanya
pekerjaan proyek yang digarap pemerintah lokal. Sepi, teramat sepi. Aku
hanya berani berjalan di dalam area tembok. Bergeser sedikit. No way.
Mungkin perlu waktu lebih lama untuk membiasakan diri dengan kota ini.
Dan, jam 8 Asril pun muncul. Oke, this is it. Time to say goodbye to him.
Keluarga Baru di Johor Bahru
Jam 7 malam, aku turun dari kamar menuju lobi. Tak lama berdiri, sebuah
sedan berhenti di depan hotel. Aku mencoba mengenali sedan itu sambil
mendekat. Tidak berapa lama, jendela diturunkan. Si pemilik mobil
senyum, kemudian menyapa. Tepat waktu bener, ucapku dalam hati. Aku pun beringsut masuk ke dalam mobil. Malam itu sesuai janji,
Asril mengajakku makan malam bersama keluarganya.
Danga Bay tampak sepi malam itu. Lengang. Tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Mobil-mobil warga pun jarang terlihat. Dan jalan besar nan lebar ini rasanya lebih pas dijadikan arena rally, karena mobil pun bisa melaju dengan kencang. Nggak sabar rasanya ingin segera eksplor Danga Bay di malam hari. Untuk cari tahu kehidupan malam kota ini.
Danga Bay itu jadi, distrik, atau lebih tepatnya, dengan menggunakan istilah di Jakarta adalah kotamadya dari Johor Bahru (JB). Letaknya di tepian laut. Makanya disebut Danga Bay. Ehehehe
"Saya tak bisa ke Melaka esok hari karena temani anak tanding futsal", ucap Asril tiba-tiba.
Drop.
Tarik nafas dalam.
Danga Bay tampak sepi malam itu. Lengang. Tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Mobil-mobil warga pun jarang terlihat. Dan jalan besar nan lebar ini rasanya lebih pas dijadikan arena rally, karena mobil pun bisa melaju dengan kencang. Nggak sabar rasanya ingin segera eksplor Danga Bay di malam hari. Untuk cari tahu kehidupan malam kota ini.
Danga Bay itu jadi, distrik, atau lebih tepatnya, dengan menggunakan istilah di Jakarta adalah kotamadya dari Johor Bahru (JB). Letaknya di tepian laut. Makanya disebut Danga Bay. Ehehehe
"Saya tak bisa ke Melaka esok hari karena temani anak tanding futsal", ucap Asril tiba-tiba.
Drop.
Tarik nafas dalam.
Wednesday, April 27, 2011
Crossing Abroad Singapore - Malaysia
Sisa waktuku di Singapura, kini ditemani Asril, seorang graphic designer
dan juga photographer profesional. Dan aku yang biasanya
menyembunyikan kehidupan profesionalku saat ditanya orang asing, justru
saat itu aku begitu terbuka kepada Asril, kalau aku seorang TV journalist. Padahal, biasanya aku selalu menjawab bekerja di perusahaan asuransi. Upz
Sesuai kesepakatan bersama, aku pun mengiyakan ajakan Asril ke Changi untuk mengambil mobilnya dan bersama kemudian menyebrangi perbatasan.
Alhamdulillah, itu yang aku ucap dalam hati saat bertemu dan berkenalan dengannya. Tanpa keraguan sedikitpun aku menerima kebaikannya. Aku pun yang sejak beberapa jam tiba, selalu memasang muka kecut dan senyum seadanya, kini ada ketenangan. Yup, aku ada teman bicara, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.
Tapi, kesenangan itu tidak berlangsung lama. Aku dihentikan oleh petugas jaga yang memintaku untuk membongkar isi tas ku. Aku yang awalnya merasa keberatan, terpaksa membuka tas ransel. Padahal semua itu sudah tersusun rapih, dan aku malas untuk merapihkannya. Dan permintaan petugas jaga itu sungguh berlebihan, bagian dalam tas ku juga dimintanya untuk dibuka. Aku pasang muka kesal. Namun, saat itu Asril menenangkan ku. Ia sendiri, bertanya, kenapa tas miliknya tidak dibuka. Petugas jaga itu bilang, cukup aku saja. Kupret!
Aku yang kemudian merasa seperti penjahat. Merasa dianggap bersalah. Perlakuan ini sungguh diskriminatif. Ini beneran nggak bikin aku nyaman seketika. Bagaimana jika kemudian dia iseng meletakkan sesuatu di tasku, dan menganggap ini adalah kasus? Dan bagaimana jika kemudian aku digiring ke kantor polisi atas tuduhan rekayasa? Oke, semua itu terlintas di benakku. Teroris? WTF!!!
Jika saat itu aku sendiri, mungkin aku sudah keluar keringat dingin. Iya, aku tahu, aku tidak perlu khawatir jika tidak melakukan kesalahan apa-apa. Tapi, yah, tetap saja. Belakangan aku menyadari dan teringat, sepanjang perjalanan ku dengan MRT, selalu ada peringatan dari pengeras suara yang mengatakan, 'jika menemukan benda mencurigakan, segera lah melapor'. So aku dan tasku adalah benda mencurigakan? Kupret!!!
"Semua sudah selesai, Anda bisa bisa menutup tas Anda," ucapnya datar
"Oke, terima kasih, telah merepotkan saya, karena harus merapihkan tas kembali", jawab ku ketus.
Asril di samping ku, menepuk bahuku, isyarat agar tidak emosional.
Usai insiden itu, kami lanjutkan perjalanan kami.
Menuju Changi, kami, layaknya teman lama, perbincangan begitu cair. Ngobrolin hobi, pekerjaan, dan cerita perjalanan. Ini sungguh menyenangkan. Tidak henti-hentinya kami ngobrol sepanjang perjalanan.
"Usia saya 35 tahun, telah menikah dan punya 2 orang anak", ucapnya saat kami berada di stasiun tanah merah, karena harus ganti kereta ke Changi. "What? Kamu nggak bohong, kan? Kamu tampak lebih muda dari usia mu."
"Yes, I'm 35 years old, Adhie", ucapnya meyakinkanku.
Aku coba memandanginya lekat, dari ujung rambut sampai kaki.
Aku tak bisa konfirmasi apa lagi. Ngga sopan pula jika kemudian aku tanya ini itu.
"Kenapa? Masih kaget?", tanya Asril lagi, ketika suasana menjadi senyap.
"Nop", jawabku tanpa berpikir panjang.
Kereta kemudian tiba, perjalanan pun kami lanjutkan. 10 menit kemudian kami tiba di Changi. Setelah itu menuju parkiran. Di parkiran, kami membakar kalori selama 30 menit, karena ia lupa meletakan mobilnya. Pun, setelah mobilnya ditemukan, ia harus parkir mobil lagi, karena card parkingnya tak cukup. Ia harus top up, atau dikenal dengan isi ulang.
Dan kemudian, perjalanan kami lanjutkan kembali.
Kami banyak bicara tentang keluarga, musik di Malaysia, dan juga cerita-cerita lainnya. Termasuk rencana perjalanan esok hari ke Melaka.
"Kenapa kamu tidak ikut saya saja ke Melaka?" Tanyaku spontan.
"Mmmm...kenapa tidak, besok saya tidak punya rencana apa pun",
"Bagus, jadi ada orang yang akan foto saya". Kami pun tertawa bersama.
"Saya hantar kamu ke hotel. Kamu bersih-bersih. Nanti jam 7 malam, saya jemput kamu. Saya ajak kamu makan malam bersama keluarga saya", ucapnya.
Aku yang sedari tadi menikmati lengangnya lalu lintas Singapura, kaget dengan tawarannya itu.
"What? Kamu yakin ajak saya makan malam? Are you seriuse?", tanyaku memastikan.
"Ya, pastilah yakin. Ini saya coba sms keluarga saya, agar disiapkan makan malam. Kami biasa makan malam jam 8".
Aku masih belum percaya dengan apa yang aku dengar. "Oke, jawab sejujurnya pertanyaan saya. Kenapa kamu ajak saya ikut mobil kamu?", tanyaku sambil menggeser posisi dudukku menghadapnya.
"Kenapa nggak. Bukan karena saya searah pulang, dan bukan karena hotel tempat kamu menginap dekat dengan rumah saya. Tapi, karena saya ingin saja".
Aku diam. "Sepi, boleh dengar radio?", tanya ku memecah kesunyian. Asril kemudian menyalakan radio. Sementara perlahan hujan mulai turun. Sempurna. Hujan. "Motor-motor itu adalah milik warga Malaysia. Mereka pulang pergi bekerja di Singapura. Kamu bisa lihat platnya. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai buruh di pabrik."
"Dan mereka harus tiap hari lewati perbatasan?"
"Yes,"
"Berapa lama lagi kita tiba di perbatasan?" Tanyaku kemudian.
"Beberapa menit lagi," jawabnya
Hujan kian deras di luar. Pengendara motor banyak yang menepi untuk memakai jas hujan. Sementara langit beranjak gelap.
18:15 kami tiba di perbatasan. Tampak antrian motor mengular di tengah lebatnya hujan. Sementara antrian mobil tampak sepi. "Kalau akhir pekan, bisa 1 jam mengurus imigrasi. Dan kalau kamu naik bus, coba lihat di sisi kanan kamu. Mereka yang naik bus, harus turun dengan membawa tas mereka. Bus akan menunggu di luar perbatasan. Jika mereka lama proses imigrasinya, maka bus akan meninggalkan mereka. Dan mereka akan melanjutkan perjalanan dengan bus selanjutnya." Jelasnya. "Tapi, saya justru ingin lakukan itu. Itu pengalaman untuk saya,"
"Baiklah, jika kamu ke Singapura suatu hari nanti, kamu telpon saya. Saya akan jemput kamu. Tapi, saya tidak akan bawa mobil. Saya naik bus. Dan kita bersama-sama lakukan seperti yang mereka lakukan saat ini", ucapnya.
"Setuju!"
Yah, terus terang, bertemu dengan Asril, semuanya jadi mudah untukku. Terutama saat proses imigrasi.
Perjalanan di hari pertama ini punya cerita tersendiri. Bertemu orang asing yang menawarkan begitu banyak kebaikan untuk aku yang baru dikenalnya. Dia keajaiban dalam perjalanan ini.
Sesuai kesepakatan bersama, aku pun mengiyakan ajakan Asril ke Changi untuk mengambil mobilnya dan bersama kemudian menyebrangi perbatasan.
Alhamdulillah, itu yang aku ucap dalam hati saat bertemu dan berkenalan dengannya. Tanpa keraguan sedikitpun aku menerima kebaikannya. Aku pun yang sejak beberapa jam tiba, selalu memasang muka kecut dan senyum seadanya, kini ada ketenangan. Yup, aku ada teman bicara, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.
Tapi, kesenangan itu tidak berlangsung lama. Aku dihentikan oleh petugas jaga yang memintaku untuk membongkar isi tas ku. Aku yang awalnya merasa keberatan, terpaksa membuka tas ransel. Padahal semua itu sudah tersusun rapih, dan aku malas untuk merapihkannya. Dan permintaan petugas jaga itu sungguh berlebihan, bagian dalam tas ku juga dimintanya untuk dibuka. Aku pasang muka kesal. Namun, saat itu Asril menenangkan ku. Ia sendiri, bertanya, kenapa tas miliknya tidak dibuka. Petugas jaga itu bilang, cukup aku saja. Kupret!
Aku yang kemudian merasa seperti penjahat. Merasa dianggap bersalah. Perlakuan ini sungguh diskriminatif. Ini beneran nggak bikin aku nyaman seketika. Bagaimana jika kemudian dia iseng meletakkan sesuatu di tasku, dan menganggap ini adalah kasus? Dan bagaimana jika kemudian aku digiring ke kantor polisi atas tuduhan rekayasa? Oke, semua itu terlintas di benakku. Teroris? WTF!!!
Jika saat itu aku sendiri, mungkin aku sudah keluar keringat dingin. Iya, aku tahu, aku tidak perlu khawatir jika tidak melakukan kesalahan apa-apa. Tapi, yah, tetap saja. Belakangan aku menyadari dan teringat, sepanjang perjalanan ku dengan MRT, selalu ada peringatan dari pengeras suara yang mengatakan, 'jika menemukan benda mencurigakan, segera lah melapor'. So aku dan tasku adalah benda mencurigakan? Kupret!!!
"Semua sudah selesai, Anda bisa bisa menutup tas Anda," ucapnya datar
"Oke, terima kasih, telah merepotkan saya, karena harus merapihkan tas kembali", jawab ku ketus.
Asril di samping ku, menepuk bahuku, isyarat agar tidak emosional.
Usai insiden itu, kami lanjutkan perjalanan kami.
Menuju Changi, kami, layaknya teman lama, perbincangan begitu cair. Ngobrolin hobi, pekerjaan, dan cerita perjalanan. Ini sungguh menyenangkan. Tidak henti-hentinya kami ngobrol sepanjang perjalanan.
"Usia saya 35 tahun, telah menikah dan punya 2 orang anak", ucapnya saat kami berada di stasiun tanah merah, karena harus ganti kereta ke Changi. "What? Kamu nggak bohong, kan? Kamu tampak lebih muda dari usia mu."
"Yes, I'm 35 years old, Adhie", ucapnya meyakinkanku.
Aku coba memandanginya lekat, dari ujung rambut sampai kaki.
Aku tak bisa konfirmasi apa lagi. Ngga sopan pula jika kemudian aku tanya ini itu.
"Kenapa? Masih kaget?", tanya Asril lagi, ketika suasana menjadi senyap.
"Nop", jawabku tanpa berpikir panjang.
Kereta kemudian tiba, perjalanan pun kami lanjutkan. 10 menit kemudian kami tiba di Changi. Setelah itu menuju parkiran. Di parkiran, kami membakar kalori selama 30 menit, karena ia lupa meletakan mobilnya. Pun, setelah mobilnya ditemukan, ia harus parkir mobil lagi, karena card parkingnya tak cukup. Ia harus top up, atau dikenal dengan isi ulang.
Dan kemudian, perjalanan kami lanjutkan kembali.
Kami banyak bicara tentang keluarga, musik di Malaysia, dan juga cerita-cerita lainnya. Termasuk rencana perjalanan esok hari ke Melaka.
"Kenapa kamu tidak ikut saya saja ke Melaka?" Tanyaku spontan.
"Mmmm...kenapa tidak, besok saya tidak punya rencana apa pun",
"Bagus, jadi ada orang yang akan foto saya". Kami pun tertawa bersama.
"Saya hantar kamu ke hotel. Kamu bersih-bersih. Nanti jam 7 malam, saya jemput kamu. Saya ajak kamu makan malam bersama keluarga saya", ucapnya.
Aku yang sedari tadi menikmati lengangnya lalu lintas Singapura, kaget dengan tawarannya itu.
"What? Kamu yakin ajak saya makan malam? Are you seriuse?", tanyaku memastikan.
"Ya, pastilah yakin. Ini saya coba sms keluarga saya, agar disiapkan makan malam. Kami biasa makan malam jam 8".
Aku masih belum percaya dengan apa yang aku dengar. "Oke, jawab sejujurnya pertanyaan saya. Kenapa kamu ajak saya ikut mobil kamu?", tanyaku sambil menggeser posisi dudukku menghadapnya.
"Kenapa nggak. Bukan karena saya searah pulang, dan bukan karena hotel tempat kamu menginap dekat dengan rumah saya. Tapi, karena saya ingin saja".
Aku diam. "Sepi, boleh dengar radio?", tanya ku memecah kesunyian. Asril kemudian menyalakan radio. Sementara perlahan hujan mulai turun. Sempurna. Hujan. "Motor-motor itu adalah milik warga Malaysia. Mereka pulang pergi bekerja di Singapura. Kamu bisa lihat platnya. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai buruh di pabrik."
"Dan mereka harus tiap hari lewati perbatasan?"
"Yes,"
"Berapa lama lagi kita tiba di perbatasan?" Tanyaku kemudian.
"Beberapa menit lagi," jawabnya
Hujan kian deras di luar. Pengendara motor banyak yang menepi untuk memakai jas hujan. Sementara langit beranjak gelap.
18:15 kami tiba di perbatasan. Tampak antrian motor mengular di tengah lebatnya hujan. Sementara antrian mobil tampak sepi. "Kalau akhir pekan, bisa 1 jam mengurus imigrasi. Dan kalau kamu naik bus, coba lihat di sisi kanan kamu. Mereka yang naik bus, harus turun dengan membawa tas mereka. Bus akan menunggu di luar perbatasan. Jika mereka lama proses imigrasinya, maka bus akan meninggalkan mereka. Dan mereka akan melanjutkan perjalanan dengan bus selanjutnya." Jelasnya. "Tapi, saya justru ingin lakukan itu. Itu pengalaman untuk saya,"
"Baiklah, jika kamu ke Singapura suatu hari nanti, kamu telpon saya. Saya akan jemput kamu. Tapi, saya tidak akan bawa mobil. Saya naik bus. Dan kita bersama-sama lakukan seperti yang mereka lakukan saat ini", ucapnya.
"Setuju!"
Yah, terus terang, bertemu dengan Asril, semuanya jadi mudah untukku. Terutama saat proses imigrasi.
Perjalanan di hari pertama ini punya cerita tersendiri. Bertemu orang asing yang menawarkan begitu banyak kebaikan untuk aku yang baru dikenalnya. Dia keajaiban dalam perjalanan ini.
Met A Guardian Angel
Kurang lebih
sepuluh menit, kasak kusuk mencari jalan keluar, akhirnya ku temukan,
tangga ke atas yang benar-benar jelas mengantarku menghirup udara bebas.
Lebay? Terserah lah, menganggapnya seperti apa, yang jelas, amat sangat
tidak nyaman, berada di ruangan yang baru kita tahu, dan kemudian
sukses tersesat.
Turun di Stasiun MRT Bugis, berarti berada di Bugis Junction dan terdapat jalur langsung ke pusat belanja. Yup yup yup, aku telah menyadarinya. Peta memang memberikan penjelasan yang sungguh teramat jelas. Namun tetap saja saat berada di medan sesungguhnya, gagap. Telat berpikir untuk membekali diri dengan kompas. Yes, kompas. Next trip, kompas adalah hal yang paling penting, dibandingkan ganti celana dalam tiap hari.
Sudahlah, tujuan ku selanjutnya adalah Merlion. Jangan tanya lokasi dan bagaimana aku mencapai lokasi favorit para turis ini. Pelayan restoran mengatakan, "tiga kali perempatan arah selatan. Kemudian, ada gedung besar belok kiri, telusuri jalan itu". Baik sekali pelayan itu mengarahkanku, sampai harus keluar restoran. Tangannya pun merasa perlu memberi aba-aba dan pengarahan. Berkali-kali pula meyakinkanku, apakah aku paham dengan penjelesannya.
Turun di Stasiun MRT Bugis, berarti berada di Bugis Junction dan terdapat jalur langsung ke pusat belanja. Yup yup yup, aku telah menyadarinya. Peta memang memberikan penjelasan yang sungguh teramat jelas. Namun tetap saja saat berada di medan sesungguhnya, gagap. Telat berpikir untuk membekali diri dengan kompas. Yes, kompas. Next trip, kompas adalah hal yang paling penting, dibandingkan ganti celana dalam tiap hari.
Sudahlah, tujuan ku selanjutnya adalah Merlion. Jangan tanya lokasi dan bagaimana aku mencapai lokasi favorit para turis ini. Pelayan restoran mengatakan, "tiga kali perempatan arah selatan. Kemudian, ada gedung besar belok kiri, telusuri jalan itu". Baik sekali pelayan itu mengarahkanku, sampai harus keluar restoran. Tangannya pun merasa perlu memberi aba-aba dan pengarahan. Berkali-kali pula meyakinkanku, apakah aku paham dengan penjelesannya.
Lost In Singapore
Dua bulan waktu yang aku perlukan untuk persiapan perjalanan ini. Mulai dari pembelian tiket pesawat, rute perjalanan, pesan kamar, hingga membaca sejumlah catatan perjalanan teman-teman yang pernah melintas di sepanjang rute yang aku buat, yaitu Singapura - Johor Bahru - Melaka - Kuala Lumpur - Penang - Jakarta.
Dengan rute pesisir selat Melaka itu, rasanya tidak maksimal jika hanya ditempuh dalam 4 hari saja. Dengan alasan itu, plus tantangan dari teman, aku pun memutuskan untuk lanjut ke Penang (Melaka tujuan akhir semula). Total 6 hari.
Subscribe to:
Posts (Atom)