Selain Kete Kesu, lokasi pemakaman lainnya - Londa, Lemo terbilang sepi. Begitu pun halnya dengan Kambira - kuburan bayi yang berada di dalam pohon.
Dan bila Kete Kesu, Londa, serta Lemo masih berada di area terbuka, lain halnya dengan Kambira. Tempatnya terpencil, di sesaki pepohanan tinggi dan cenderung gelap. Beruntung masih ada Pak Ilham yang ku minta turun dan menemanikan, serta Reza - traveler yang ku temui di Panorama Buntu Pune. Ya, Reza dan temannya tiba di saat yang bersamaan denganku. Semaraknya seketika suasana Kambira.
Friday, December 21, 2012
Thursday, December 20, 2012
Adu Nyali di Lemo
Sepi, begitu seterusnya yang aku alami sepanjang perjalananku dari Buntu Pune, Londa, Tilanga, dan kini Lemo. Pak Ilham lebih banyak diam, konsentrasi membawa mobil. Sedang aku, masih terkantuk. Tapi, kemudian tergoda untuk melihat pemandangan menuju Lemo.
Sepi memang. Apalagi aku bepergian seorang diri. Resiko yang kadang menelengsakan hati. Tapi, kalau tidak ingat, perjalanan ini adalah perjalanan ulang tahun, maka aku memilih.....ah. Hadeuh
Gagal memang perjalanan ke Kinabalu. Dan banting stir ke Toraja. Susun itineraire sedap sekejap.
Wednesday, December 19, 2012
Misteri di Tilanga
Tilanga. AD |
"Pak, sepertinya kita harus berbalik pulang".
"Kenapa gitu?"
"Saya nggak yakin dengan kondisi jalan seperti ini. Terlalu rusak untuk dilalui".
"Pelan-pelan saja, sebentar mungkin sampai di lokasi".
Aku meragu setelah 15 menit perjalanan, tapi Kolam Tilanga belum juga terlampaui. Makin susut pula inginku ke lokasi ini, setelah tahu kondisi aspal menuju kolam sangat buruk. Aspal terkelupas. Batu kerikil juga berserakan yang membuat perjalanan kian sulit. Belum lagi medan yang naik turun, sesekali berbelok tajam. Memang, sih, sepanjang jalan mudah ditemukan rumah penduduk, tapi tak cukup memantapkan saya untuk berlanjut. Tapi, tidak bagi Pak Ilham, dia justru menyemangatiku untuk lanjut. Aku cuma khawatir dengan kondisi mobil, sih. Lagipula perjalanan masih ada satu hari lagi di Toraja. Riskan jika rusak.
Dan memang pada akhirnya, perjalanan di Toraja terus berlanjut menuju wisata alam Tilanga - sebuah kolam alami - berjarak 13 kilometer dari Makale. Waktu tempuh? Mungkin bisa tiba 45 menit dari Jalan Poros Rantepao - Makale, tapi dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Tuesday, December 18, 2012
Ketika Pemakaman Jadi Bagian Penting Adat
Tau tau di Londa. AD |
Di Tana Toraja, ada tiga cara pemakaman; peti mati disimpan di dalam gua, di makamkan di batu berukir, atau digantung di tebing. Dan di Londa, tempat dimana aku berdiri saat ini, adalah cara pemakaman dengan digantung di tebing.
Untuk mencapai lokasi goa makam Londa, aku harus menyusuri jalan setapak. Jalannya menurun dan kemudian rata, dengan sisi kiri sungai kecil, sementara sisi kanan adalah persawahan. Suasananya senada - sepi dan senyap. Hanya ada beberapa turis lokal yang saat itu ada di lokasi ini. Meski begitu, juga tak menghilangkan rasa takut. Yah, beneran senyap.
Sunday, December 16, 2012
Local Guide Toraja Keren
Rasanya aneh sendiri saat aku tiba di Kete Kesu? Apa sebab? Yah, aku sendirian, lainnya berkelompok, atau setidaknya berdua. Teman baru yang ku kenal di Buntu Pune, mungkin masih asik di Panorama. Sementara Pak Ilham memilih untuk di mobil, istirahat. Thats okey. Mari cari cara senang sendiri di tengah kerumunan orang, di tengah pekatnya kesenyapan Kete Kesu, dan entahlah. Tetiba mellow.
Tripod seperti biasa aku panggul - yah, tripod ini memang satu-satunya teman setia di setiap perjalanan. Itu saja. Selain tentunya nyali dan modal kepedean berada di kampung orang. Ngeri? Ya pasti. Rasa itu memang kerap menghantuiku, kok. Tapi, selesai dengan mengucap, 'Ya, sudahlah!.
Tiket sudah ku beli, dan ku berangsur memasuki kawasan wisata Kete Kesu. Ada satu titik lokasi di kawasan ini yang menjadi 'wajib'nya foto. Harus foto di situ? We'll see, karena tetiba kian maju langkahku, kian terdengar pura komunikasi dari bahasa yang aku kenal. Ahaaaa, Perancis.
Tripod seperti biasa aku panggul - yah, tripod ini memang satu-satunya teman setia di setiap perjalanan. Itu saja. Selain tentunya nyali dan modal kepedean berada di kampung orang. Ngeri? Ya pasti. Rasa itu memang kerap menghantuiku, kok. Tapi, selesai dengan mengucap, 'Ya, sudahlah!.
Tiket sudah ku beli, dan ku berangsur memasuki kawasan wisata Kete Kesu. Ada satu titik lokasi di kawasan ini yang menjadi 'wajib'nya foto. Harus foto di situ? We'll see, karena tetiba kian maju langkahku, kian terdengar pura komunikasi dari bahasa yang aku kenal. Ahaaaa, Perancis.
Menikmati Hening Rante Karassik dan Buntu Pune
Rante Karassik. AD |
Yup, terkait dengan keramahan Toraja, pun ramah dengan penunjuk arah. Pagi ini, rute kembali ke arah Makale. Maka dari Rantepao, akan ada Rante Karassik, Buntu Pune, Kete Kesu, Londa, Talinga, Lemo, dan Karimba. Sementara lainnya adalah situs permakaman, hanya Talinga berupa situs pemandian.
Simple aja sih, asal cermat maka penunjuk arah menuju situs wisata makam akan mudah didapat. Karena tidak berapa lama tekan gas, aku pun sudah tiba di belokan pertama menuju Rante Karassik.
Saturday, December 15, 2012
Toraja, Tak Sekedar Wisata Makam
Rute Makassar - Rantepao |
Perjalanan hampir delapan jam kemarin dari Makassar - Rantepao, masih sisakan lelah. Tapi, ku lihat Pak Ilham sudah bersiap. Sedang aku masih juga tergolek di ekstra bed. Aku sengaja memberinya tidur di tempat tidur utama di Hotel Pison yang aku pesan, sementara aku tidur di ekstra bed. Tidak mengapa, karena ia layak lebih istirahat dengan nyaman setelah seharian bawa mobil yang aku rental. Yup, delapan jam perjalanan, dengan beberapa kali berhenti di tempat yang memang menarik untuk disinggahi sambil lewat. Untuk makan siang di Pare pare dan Coffe break di Enrekang, sekaligus melihat Gunung Nona atau dikenal warga lokal dengan Buttu Kabobong. Kalau seberuntung Google, memang perjalanan sejauh 324 KM dari Makassar - Rantepao bisa ditempuh dalam waktu 5 jam 20 menit. Tapi, kehidupan lalulintas tak seindah perhitungan Google, kan?
Monday, December 10, 2012
Percaya Diri atau Kepedean?
Sedang berada di sebuah kedai kopi di pusat perbelanjaan di pusat
Jakarta. Interior retro dengan terdengar sayup-sayup musik mana suka.
Tidak ada masalah sebenarnya aku berada di sini. Mencoba selalu nyaman dengan keberadaanku sendiri. Iya, benar, banyak orang yang telah duduk jauh lama dariku. Buktinya? Minuman tinggal setengah. Contoh mudah, tanpa perlu tendensi apapun.
Tapi, sayangnya, yang perlu ku cermati adalah bagian ini adalah bagian bebas asap rokok, tapi entah kenapa wanita sejurus didepanku, justru asik mengapit sebatang rokok di antara dua jemarinya. Sesaat kemudian, ia mengeluarkan asap rokok dan merapihkan rambutnya.
Tidak ada masalah sebenarnya aku berada di sini. Mencoba selalu nyaman dengan keberadaanku sendiri. Iya, benar, banyak orang yang telah duduk jauh lama dariku. Buktinya? Minuman tinggal setengah. Contoh mudah, tanpa perlu tendensi apapun.
Tapi, sayangnya, yang perlu ku cermati adalah bagian ini adalah bagian bebas asap rokok, tapi entah kenapa wanita sejurus didepanku, justru asik mengapit sebatang rokok di antara dua jemarinya. Sesaat kemudian, ia mengeluarkan asap rokok dan merapihkan rambutnya.
Wednesday, December 5, 2012
Misi tak Selesai ke Karst Maros
Karst Maros dari Sisi Luar. Photo: AD |
Hanya kami berdua, Aku dan Azlam dalam perjalanan kami selanjutnya. Ingat ucapan Daeng, untuk keluar dari Desa Berua hanya ada dua jalan, kembali menggunakan sampan, atau berjalan kaki hingga menemukan jalan beraspal. Jika kembali dengan sampan, maka aku jelas mendapatkan kenyamanan, karena hanya duduk dengan membayar sejumlah rupiah. Tapi, sampan yang membawa kami dari Desa ini ke dermaga pun harus menjadi pekerjaan rumah, lantaran harus memiliki nomer telepon genggam si pemilik sampan.
Namun, yang jelas aku tidak memilih jalan termudah dan ternyaman ini, aku memilih treking. Mulai dari keluar Desa Berua, sampai ke Kawasan Karst Maros. Melelahkan pastinya. Azlam mengatakan, jalur treknya cukup bersahabat, dan tidak ada resiko apapun, asal hati-hati.
Tuesday, December 4, 2012
Terbius Pesona Berua - Maros
Hening.
Tidak berlebihan rasanya jika berada di Desa Berua ini menjadi saat yang melankolis untuk aku. Hahahah traveller yang mellow. Ah, sudahlah, wajar lah kalau aku merasa seperti ini.
Hampir empat hari, tubuh ini berada di dalam mobil dengan rute ratusan kilometer dari Makassar ke Toraja via pesisir barat Sulawesi. Kemudian dua hari penuh berada di Rantepao – Toraja menelusuri jejak makam kuno dan tradisi warga lokal. Tersasar di Batutumonga hingga puncak gunung dan nekat kembali ke Makassar via Palopo. Rute Makassar – Palopo ini yang sukses membuatku jackpot, akibat lintasan yang berkelok-kelok.
Dan sekarang aku sudah berada di Desa Berua, dengan posisi yang sama persis dengan foto yang diposting @NGTraveler
Terbius Postingan Foto Karts Maros
Postingan account twitter @NGTraveler sejak hari ketiga di Sulawesi Selatan mengusik rasa keinginan tahuan ku tentang Karst Maros. Aku pun berpikir keras untuk memasukan destinasi tersebut di sela jadwal perjalananku kali ini.
Setelah menghitung-hitung waktu, maka aku putuskan untuk ke Karst Maros di hari senin, atau segera setelah pulangnya aku dari Toraja.
Membaca literatur tentang Karst Maros berarti nekat dan gila sejadi-jadinya kalau ke destinasi tersebut hanya seorang diri. Luasan destinasi, kondisi alam, sudah cukup waras buatku berpikir, kalau aku butuh travel mate.
Tuesday, September 11, 2012
Sunday, September 9, 2012
Samosir sebuah pulau? Mmmmmm
Apakah Samosir sebuah pulau? Mmmmm
Siap-siap dipukul sejuta umat deh.
Tapi, pertanyaan itu menetap di kepala sepanjang perjalanan dari Pangururan ke tempat penginapanku di Tuk Tuk, Samosir. Sebuah jembatan bercat kuning, yang hanya memiliki panjang 10 meter saja ternyata menjadi jalur tak biasa bagi wisatawan yang ingin ke (Pulau) Samosir. Maaf jika saya akan terus menggunakan buka kurung dan tutup kurung saat menggunakan kata 'Pulau'.
Menggenapi hidup yang tidak pernah naik kapal laut, memaksaku mencari-cari cara ke (Pulau) Samosir tanpa harus naik kapal. Dan ku temukan rute baru.
Siap-siap dipukul sejuta umat deh.
Tapi, pertanyaan itu menetap di kepala sepanjang perjalanan dari Pangururan ke tempat penginapanku di Tuk Tuk, Samosir. Sebuah jembatan bercat kuning, yang hanya memiliki panjang 10 meter saja ternyata menjadi jalur tak biasa bagi wisatawan yang ingin ke (Pulau) Samosir. Maaf jika saya akan terus menggunakan buka kurung dan tutup kurung saat menggunakan kata 'Pulau'.
Menggenapi hidup yang tidak pernah naik kapal laut, memaksaku mencari-cari cara ke (Pulau) Samosir tanpa harus naik kapal. Dan ku temukan rute baru.
Saturday, June 30, 2012
Calo Hajar Aswad
Sejak aku di beri dukungan spiritual seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Yordania, aku perlahan mulai membiasakan diri kalau aku saat ini memang berada di Masjidil Haram. Padahal, sejak hari pertama injakan kaki di Masjidil Haram, aku merasa 'aneh' berada di sini. Tiba jelang tengah malam pun, aku bergeming di depan Ka'bah. Setengah alam sadarku tidak meyakini kalau aku akhirnya bisa menatap langsung Ka'bah, meski masih malu-malu.
Friday, June 8, 2012
Cium Kening Emak
Masih jelas diingatan usai berbuka puasa tahun lalu, aku mengatakan, "Mudah-mudahan sebelum lebaran tahun besok kita umroh ya, Mak", ucapku. Emakku pun mengamini. Kala itu entah mengapa aku begitu yakin untuk bisa berangkat. Padahal tabunganku pun tak yakin pula untuk terkumpul. Namun, lagi-lagi, aku merasa berkeyakinan untuk pergi bersama emak ku.
Meski tidak pula gratis, antrian karyawan yang ingin ke tanah suci pun terus memanjang. Mungkin ini satu jalan keluar dari banyak jalan yang aku dapati. Selebihnya, cuma bisa pasrah. Tak memaksa target. Jika memang akan berangkat, maka Insya Allah pasti berangkat.
Dan tiap kali, mengingat janji itu lagi di hari dan bulan berikutnya, yang ada hanya ketidakpercayaan diri aku yang mempertanyakan niatku, 'Bisa?'
Tapi, kekonyolan apalagi saat aku berucap, "aku nggak mau jalan-jalan ke luar negeri sebelum umroh". Itu aku ucapkan jelang traveling di Vietnam berakhir, per Agustus 2011.
Rrrrrrrrgh
Erk, masa konyol sih berucap gitu? Katakan tidak ahahahahah
Memang ada beberapa jadwal traveling di tahun 2012, dengan one way ticket. Tapi, aku sudah berhitung-hitungan dengan jatah cuti. Ahahahahahaah teuteup, ga mau rugi. Plus itung-itungan tabungan. Saldo? Wkwkwkwkwk hanya Allah dan aku yang tahu.
Dan rejeki itu datang saat, aku dipastikan berangkat per 17 juni 2012. Alhamdulillah. Dan nikmat utama saat itu adalah melihat wajah emak. Sumringah. Cerah. Aku sendiri merasakan perasaan yang nano-nano. Kalau memang ini jalannya, maka ada baiknya untuk disegerakan. Beruntung aku memiliki keluarga yang mendukung untuk beri pengalaman spiritual bagi emak.
Cukup tiga minggu pekerjaan mengurus kelengkapan administrasi. Dan semua doa itu terjawab, pada sabtu tengah malam.
Selebihnya, cuma aku, Emak, dan Allah yang tahu. *peace
Friday, May 18, 2012
Baju Bekas Perjalanan
Sejak punya hobi travelling satu tahun terakhir, aku pun punya kebiasaan
baru, yaitu berburu baju bekas. Alasan utama bukan karena aku
kekurangan baju, tapi, lebih karena sisi kepraktisan. Tas ransel yang ku
miliki sejak 4 tahun lalu tidak memiliki banyak ruang. Awalnya aku
maklum, jika kondisi tas akan terasa berat saat berangkat. Dan jika usai
perjalanan, aku mau isi tas berkurang. Dan baju-baju bekas itu lah yang
aku akhirnya buang, agar ruang di tas ku berkurang. Dengan demikian,
juga berkurang beratnya. Apakah kemudian aku akan kembali penuhi dengan
oleh-oleh? Nop. Don't push your luck.
Sunday, April 15, 2012
Terjerembab, Terperosok, Terpelanting (Antalogy Jakarta)
04:30 Alarm berbunyi. Setengah bergeliat, dan setengah
bernyawa, aku kemudian jejakan kaki ke lantai dan menuju kamar mandi, bersiap
untuk ke kantor. Setengah hati ku lakukan ini, karena selalu saja aku berpikir kalau terlalu dini
memulai hari. Padahal rutinitas ini telah aku jalani sejak 4 bulan terakhir.
Dan selama waktu itu pula, jalan pikiranku belum berubah. Membandel.
Ritual selanjutnya adalah memanaskan mesin motor.
Menyiapkan helm, kacamata, penutup hidung, sarung tangan, dan jaket. Dan tidak
berapa lama, aku pun telah berada di jalan raya.
Aku melepaskan pandangan ke pengendara motor yang
perlahan menyesak di lampu merah. Dan kemudian aku berhenti mengutuk diri.
Dengan setengah berteriak, "Hey, aku tidak sendiri".
Cukup banyak pula warga Jakarta yang telah memulai
hari terlalu dini. Padahal dingin masih menggigit. Apalagi saat motor melaju
dengan cepat, maka kecepatan angin yang diterimanya berbanding lurus dengan
dinginnya angin yang diterima.
Lalu lintas pagi itu menyenangkan, terutama padat lalu
lintas yang jarang ditemui. Lengang, bahkan bisa dikatakan teramat sepi.
Setidaknya begitulah pengamatanku selama ini.
Motor ku pun bisa ku pacu hingga 60 KM/ Jam.
Wednesday, January 4, 2012
Zobar - Novel Audiobook Project
Selalu saja ada titik balik yang mengingatkan ku akan hal yang lama aku
inginkan, tapi tidak tersampaikan dengan cepat. Bahkan, untuk niat yang
satu ini pun, sudah aku inginkan sejak kali pertama menjejakkan kaki di
yayasan ini. Iya, aku tahu, jika punya niat baik, maka baiknya
disegerakan. Tapi, yap, selalu ada tapi. Aku punya alasan khusus. Bukan
juga waktu yang menghalangi. Tapi, ya itu, entah apa yang kemudian sejak
satu bulan terakhir, akhirnya aku memutuskan untuk OKE, INI SAATNYA!!!
Dan mulai awal desember 2011, saban rabu, aku kemudian rutin menjejakkan kaki ke Yayasan Mitra Netra. Dan mulai sejak itu, aku menjadi volounteer untuk membuat audiobook, bagi teman-teman tuna netra. Senang? Yup. Puas? Entah dinilai kepuasan itu dari mana. Tapi, kalau ditanya, apakah aku senang melakukan hal ini, ya, aku dengan tegas menjawab, aku puas dengan pekerjaan ini, meski harus free sekalipun. Untuk mendapatkan kepuasan batin dan kebahagiaan yang aku rasakan saat ini, aku rela kok, melakukan pekerjaan dengan sukarela. .
Dan mulai awal desember 2011, saban rabu, aku kemudian rutin menjejakkan kaki ke Yayasan Mitra Netra. Dan mulai sejak itu, aku menjadi volounteer untuk membuat audiobook, bagi teman-teman tuna netra. Senang? Yup. Puas? Entah dinilai kepuasan itu dari mana. Tapi, kalau ditanya, apakah aku senang melakukan hal ini, ya, aku dengan tegas menjawab, aku puas dengan pekerjaan ini, meski harus free sekalipun. Untuk mendapatkan kepuasan batin dan kebahagiaan yang aku rasakan saat ini, aku rela kok, melakukan pekerjaan dengan sukarela. .
Subscribe to:
Posts (Atom)